
RI News Portal. Jakarta, 22 Agustus 2025 – Ekonomi sirkular menjadi fondasi utama dalam mendorong transformasi industri hijau di Indonesia, mengubah paradigma pengelolaan limbah menjadi peluang ekonomi baru. Berbagai perusahaan di Tanah Air telah mengadopsi pendekatan ini dengan mengolah limbah menjadi produk bernilai tinggi, sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Contoh nyata implementasi ekonomi sirkular terlihat pada pengolahan limbah plastik menjadi kemasan ramah lingkungan, peleburan scrap metal untuk menghasilkan baja berkualitas tinggi, serta pemanfaatan limbah biomassa sebagai sumber energi terbarukan. Pendekatan ini tidak hanya meminimalkan limbah, tetapi juga meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, memperkuat ketahanan ekonomi, dan menciptakan peluang kerja baru di sektor hijau.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam pidatonya pada ASEAN Industrial Green Innovation Summit (AIGIS) 2025, menegaskan, “Ekonomi sirkular memungkinkan kita mengurangi emisi karbon, meminimalkan limbah, dan menciptakan nilai ekonomi tambahan. Ini juga mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor sambil membuka peluang green jobs yang berkelanjutan.”
Untuk mempercepat adopsi praktik industri hijau, Kementerian Perindustrian meluncurkan Green Industry Service Company (GISCO). Platform ini dirancang sebagai pusat layanan terpadu yang menawarkan pendampingan teknis, asesmen efisiensi sumber daya, perhitungan jejak karbon, serta fasilitasi akses ke pembiayaan hijau.
Baca juga : Jaksa Agung Dorong Pendekatan ‘Follow The Asset’ dan DPA untuk Penegakan Hukum Efektif
“GISCO adalah jembatan strategis yang menghubungkan pelaku industri dengan penyedia teknologi hijau, lembaga keuangan, dan pasar karbon. Platform ini menjadi penggerak utama ekosistem industri hijau nasional,” ungkap Menperin.
GISCO juga berperan sebagai pusat solusi pembiayaan hijau, memudahkan perusahaan mengakses dana dari skema domestik maupun internasional. Selain itu, Kemenperin fokus pada pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui program sertifikasi kompetensi hijau dan reskilling untuk mendukung penguasaan teknologi rendah karbon.
AIGIS 2025, yang mengusung tema “Driving Industrial Decarbonization through Green Industry Ecosystem”, menjadi wadah kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat pengurangan emisi karbon di sektor industri. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, menjelaskan bahwa forum ini mendorong integrasi teknologi bersih, efisiensi energi dan air, pemanfaatan energi terbarukan, serta penguatan ekonomi sirkular dalam ekosistem industri hijau.
“Ekosistem ini tidak hanya mendukung transisi menuju industri rendah karbon, tetapi juga memperkuat daya saing global dan menarik investasi berkelanjutan,” ujar Andi.
Kemenperin berkomitmen memperkuat fondasi kebijakan industri hijau melalui sejumlah langkah strategis. Salah satunya adalah penguatan Standar Industri Hijau (SIH) untuk sektor-sektor prioritas, dengan indikator utama berfokus pada efisiensi energi dan penggunaan bahan baku daur ulang.
Selain itu, Kemenperin mengintegrasikan sistem Monitoring, Reporting, Verification (MRV) Digital untuk memastikan transparansi pengurangan emisi. Pengembangan Emission Trading System (ETS) juga diperkenalkan untuk memungkinkan pelaku industri memonetisasi upaya dekarbonisasi mereka, sekaligus mendorong inovasi dan insentif ekonomi hijau.
BSKJI optimistis bahwa kebijakan-kebijakan ini tidak hanya mendukung target Net Zero Emission sektor industri pada 2050, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci di pasar global melalui industri hijau. Transformasi ini diharapkan memperkuat daya saing nasional, menciptakan lapangan kerja berkelanjutan, dan mendukung pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.
Dengan kombinasi inovasi teknologi, kebijakan progresif, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia siap memimpin transformasi industri hijau di kawasan ASEAN dan dunia.
Pewarta : Yogi Hilmawan
