
RI News Portal. Jakarta – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menganugerahkan Tanda Kehormatan Republik Indonesia kepada 141 tokoh lintas bidang di Istana Negara, Senin (25/8/2025). Pemberian penghargaan ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI, yang sarat makna simbolis tentang penghormatan negara kepada jasa para tokoh bangsa, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
Upacara berlangsung khidmat dengan diawali lagu kebangsaan Indonesia Raya dan mengheningkan cipta. Dari 141 penerima, 117 tokoh atau keluarga perwakilannya hadir langsung, sementara sisanya berhalangan.

Nama-nama penerima melintasi spektrum profesi: pejabat negara, tokoh politik, perwira TNI-Polri, ulama, budayawan, hingga seniman.
Sejumlah nama besar tercatat dalam daftar, antara lain:
- Puan Maharani (Ketua DPR RI),
- Wiranto, Agum Gumelar, dan AM Hendropriyono dari kalangan purnawirawan TNI,
- Retno Marsudi, Marty Natalegawa, hingga Noer Hassan Wirajuda dari kalangan diplomat,
- Hoegeng Imam Santoso (mantan Kapolri, almarhum),
- Benyamin Sueb, Titiek Puspa, Gombloh, Cornel Simanjuntak, hingga Waldjinah dari kalangan seniman dan budayawan.
Menariknya, penghargaan juga diberikan kepada figur-figur kontroversial yang pernah berada di pusaran perdebatan publik, seperti Hashim Djojohadikusumo dan Fadli Zon, yang menandakan luasnya spektrum penerima.
Baca juga : Unjuk Rasa di Kompleks Parlemen: Antara Hak Konstitusional dan Kewajiban Menjaga Ketertiban
Penganugerahan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73, 74, 75, 76, 77, dan 78/TK/TH 2025.
Secara hukum, pemberian Tanda Kehormatan merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang mengatur bahwa penghargaan negara diberikan kepada mereka yang dianggap berjasa luar biasa di bidangnya.
Penganugerahan Tanda Kehormatan bukan sekadar prosesi seremonial. Dalam perspektif politik dan hukum tata negara, langkah Presiden Prabowo mengandung dimensi simbolik sekaligus rekonsiliatif.
- Legitimasi Sejarah
Dengan memasukkan nama-nama seperti Hoegeng, Mochtar Lubis, dan Cornel Simanjuntak, negara berupaya merekognisi jasa yang kerap terpinggirkan oleh sejarah politik masa lalu. - Rekonsiliasi Nasional
Penyertaan tokoh-tokoh dengan latar politik beragam, mulai dari keluarga Soekarno, Soeharto, hingga tokoh reformasi, menunjukkan upaya negara merangkai narasi inklusif tentang kebangsaan. - Dimensi Budaya
Diberikannya tanda kehormatan kepada seniman seperti Benyamin Sueb dan Gombloh mempertegas bahwa kontribusi kebudayaan sama pentingnya dengan jasa politik maupun militer. Hal ini juga menandai pergeseran paradigma negara yang lebih akomodatif terhadap soft power budaya.
Momentum penganugerahan ini menjadi refleksi bagaimana negara mengelola memori kolektif. Presiden Prabowo tidak hanya menegaskan peran negara dalam menjaga tradisi penghargaan, tetapi juga menggunakan momen tersebut sebagai alat diplomasi domestik untuk mengonsolidasikan legitimasi politik dan menghadirkan narasi kebangsaan yang lebih inklusif.
Bagi publik, daftar 141 tokoh penerima tanda kehormatan 2025 dapat dibaca sebagai peta politik ingatan nasional—sebuah usaha menyatukan lintasan sejarah, ideologi, dan kebudayaan dalam bingkai persatuan.
Pewarta : Yudha Purnama
