RI News Portal. Ratatotok, Manado – Pernyataan keras Wakapolda Sulawesi Utara Brigjen Pol. Awi Sutiyono yang menyebut akan menindak tegas pelaku pembalakan liar dan pertambangan ilegal, kini menuai sorotan tajam dari kalangan masyarakat sipil. Lembaga Swadaya Masyarakat Garda Timur Indonesia (LSM GTI) menuding pernyataan tersebut hanya bersifat pencitraan belaka, karena hingga kini belum ada langkah nyata terhadap dugaan kuat operasi pertambangan yang diduga menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah kedaluwarsa.
Kasus yang sempat viral di media sosial ini menyoroti aktivitas PT HWR yang diduga tetap mengorek lahan seluas puluhan hektare meskipun izin operasionalnya telah lama berakhir. Masyarakat setempat dan aktivis lingkungan mempertanyakan keseriusan aparat kepolisian daerah dalam menindaklanjuti ancaman yang dilontarkan sendiri oleh petingginya.
Ketua Umum LSM GTI, Fikri Alkatiri, dalam pernyataan resminya pada Senin (8/12/2025), mengecam keras praktik yang dinilainya sebagai bentuk pembangkangan terbuka terhadap hukum negara.

“Kalau benar ada perusahaan tambang yang masih beroperasi dengan izin yang sudah kedaluwarsa, itu bukan lagi pelanggaran administratif biasa, melainkan tantangan langsung terhadap kedaulatan hukum Republik Indonesia,” ujar Fikri dengan nada tinggi.
Menurut Fikri, beroperasinya tambang tanpa IUP yang sah secara otomatis menjadikan seluruh aktivitasnya ilegal. Tanpa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang masih berlaku, tidak ada lagi mekanisme pengawasan resmi dari pemerintah terhadap dampak lingkungan dan teknis operasional. Hal ini, lanjutnya, berpotensi menimbulkan kerusakan ekologis yang masif sekaligus menggerus pendapatan negara dan daerah.
“RKAB kedaluwarsa berarti tidak ada lagi perencanaan yang disetujui negara. Kalau alat berat masih bergerak dan truk-truk pengangkut masih keluar-masuk area, itu artinya ada pembiaran sistematis. Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari pembiaran ini?” tanya Fikri retorikal.
LSM GTI secara khusus mendesak Kapolda Sulawesi Utara untuk segera mengambil langkah tegas berupa penyegelan lokasi tambang, pengamanan seluruh alat berat, serta pemanggilan paksa pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab, termasuk pengurus perusahaan dan pejabat teknis terkait.
Di sisi lain, Gubernur Sulawesi Utara yang memiliki kewenangan penuh atas perizinan pertambangan di wilayahnya, juga diminta menunjukkan sikap yang tidak ambigu. “Jangan sampai publik menilai ada pembiaran karena alasan-alasan di balik layar. Legalitas itu hitam di atas putih. Kalau sudah kedaluwarsa, ya tutup total. Tidak ada ruang negosiasi,” tegas Fikri.
Organisasi yang selama ini aktif memantau isu pertambangan di wilayah timur Indonesia ini juga memperingatkan bahaya munculnya kembali mafia perizinan jika kasus serupa terus dibiarkan. Menurut mereka, setiap celah pembiaran akan menjadi preseden buruk yang menggerogoti prinsip good governance di sektor sumber daya alam.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Polda Sulawesi Utara maupun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Utara terkait desakan penutupan aktivitas PT HWR. LSM GTI menyatakan akan terus melakukan investigasi lapangan dan siap menyodorong bukti-bukti terbaru kepada aparat penegak hukum serta publik jika diperlukan.
“Negara harus hadir dalam bentuk tindakan, bukan sekadar retorika di mimbar. Kalau janji tegas hanya berhenti di koran dan media sosial, maka sama saja kita sedang menyaksikan matinya wibawa hukum di depan mata,” tutup Fikri Alkatiri.
Pewarta : Marco Kawulusan

