
RI News Portal. Wonogiri, 19 Oktober 2025 – Tim gabungan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Wonogiri telah melakukan penelitian mendalam terhadap Prasasti Puhpelem, situs berpotensi cagar budaya di Dukuh Manggis, Desa Sukorejo, Kecamatan Puhpelem. Kegiatan yang berlangsung pada Selasa (14/10/2025) pukul 13.00–16.00 WIB ini bukan hanya langkah awal verifikasi ilmiah, melainkan pintu gerbang bagi pengakuan nasional atas warisan peradaban Nusantara yang telah terlupakan selama berabad-abad.
Penelitian ini merupakan respons langsung terhadap surat resmi Disdikbud Wonogiri dan arahan dari Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN. Keunikan acara ini terletak pada kolaborasi lintas batas: selain pakar lokal, tim juga melibatkan arkeolog asal Prancis yang membawa perspektif komparatif dari situs-situs Eropa abad pertengahan. “Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan kami mengungkap lapisan sejarah yang lebih dalam, menghubungkan Prasasti Puhpelem dengan jaringan perdagangan maritim Asia Tenggara kuno,” ungkap Dr. Marie Laurent, peneliti Prancis yang turut serta, berdasarkan wawancara eksklusif pasca-penelitian.
Hadir pula tokoh lokal seperti Kepala Seksi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Puhpelem Suprianto, Kepala Desa Sukorejo Naning, serta Plt. Kepala Dusun Manggis Suprapto. Mereka tidak hanya menyaksikan, tapi aktif berkontribusi dalam pemetaan situs, mencerminkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Puhpelem.

Prasasti Puhpelem, yang tersembunyi di lereng perbukitan hijau Desa Sukorejo, diperkirakan lahir pada abad ke-10 Masehi di bawah naungan Kerajaan Kediri—kerajaan yang pernah menguasai Jawa Timur dengan kemegahan candi dan sistem irigasi canggih. Batu andesit setinggi 103 cm ini, dengan lebar 75 cm dan tebal 8–20 cm, menyimpan empat sisi bertuah: 41 baris di depan, 39 di belakang, 27 di kanan, serta 38 di kiri. Sayangnya, sudut kanan atasnya telah terkikis waktu, meninggalkan misteri yang kini mulai terkuak.
Ahli epigrafi BRIN, Dr. Siti Nurhaliza, mengungkapkan temuan awal: aksara Jawa Kuno dengan campuran Sanskerta mengisahkan penetapan batas wilayah kerajaan, ritual keagamaan Hindu-Buddha, dan inovasi pertanian sawah bertingkat—bukti bahwa Puhpelem pernah menjadi pusat agraris strategis. “Ini bukan sekadar batu; ini narasi hidup tentang bagaimana leluhur kita mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan kolektif,” katanya. Berbeda dari prasasti Kerajaan Mataram yang lebih fokus pada silsilah raja, Prasasti Puhpelem menonjolkan aspek sosial-ekonomi, menjadikannya sumber primer unik untuk studi ketahanan pangan prasejarah.
Masyarakat setempat, yang telah menjaga batu ini sebagai pusaka sakral, turut berbagi cerita lisan turun-temurun. “Sejak kakek buyut, kami larang anak cucu menyentuhnya sembarangan. Kini, dengan ilmu peneliti, batu ini bisa cerita ke dunia,” sampaikan Mbok Siti, tetua Dusun Manggis, yang membantu tim membersihkan lumut penutup prasasti.
Suprianto menambahkan harapannya: “Penelitian ini akan lahirkan kesimpulan ilmiah untuk pengakuan resmi sebagai cagar budaya. Identitas sejarah lokal Wonogiri akan terpupuk, dan pelestarian jadi tanggung jawab bersama—pemerintah, desa, hingga generasi muda.”
Lebih dari sekadar artefak, Prasasti Puhpelem berpotensi merevolusi pariwisata Wonogiri. Pemerintah Kecamatan Puhpelem dan Disdikbud membayangkan situs ini sebagai pusat edukasi interaktif: tur virtual rekonstruksi Kerajaan Kediri, workshop epigrafi untuk pelajar, hingga festival budaya tahunan yang menyatukan arkeologi dengan seni kontemporer. “Bayangkan anak-anak Puhpelem belajar sejarah langsung dari tanah leluhur mereka—ini akan ciptakan generasi pencinta warisan,” ujar Naning, Kepala Desa Sukorejo.
Sebagai kecamatan termuda di Wonogiri, Puhpelem kaya akan situs kuno lain seperti batu bertuah dan struktur megalitik di sekitarnya. Kolaborasi BRIN dengan pakar internasional ini menjadi tonggak baru: membuka gelombang penelitian di Wonogiri timur, yang selama ini terpinggirkan dari peta arkeologi nasional. Hasil akhir penelitian dijadwalkan dirilis akhir tahun ini, berpotensi mengukuhkan Prasasti Puhpelem sebagai jembatan masa lalu dan masa depan Indonesia.
Dengan temuan ini, Wonogiri tidak lagi hanya dikenal sebagai penghasil air bah, tapi juga gudang peradaban tua yang siap menginspirasi dunia. Pelestarian seperti ini mengingatkan kita: sejarah bukan museum mati, melainkan api yang menyala untuk kemajuan bangsa.
Pewarta : Nandar Suyadi
