
RI News Portal. Bekasi, 16 Oktober 2025 – Dalam pidato inspiratif di tengah ribuan buruh yang bergemuruh, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan komitmen Polri untuk bersinergi dengan elemen buruh guna membangun benteng stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan fondasi strategis yang menghubungkan ketertiban sosial dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi inklusif, sejalan dengan visi Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Acara Apel Akbar Kebangsaan Buruh Indonesia di Lapangan Botanical Jababeka, Bekasi, pada Rabu (15/10/2025), menjadi panggung historis bagi dialog ini. Diinisiasi oleh dua pilar utama serikat pekerja nasional—Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)—kegiatan ini menarik lebih dari 10.000 peserta, mencerminkan kekuatan kolektif buruh sebagai agen perubahan. Sigit, yang hadir sebagai pembicara utama, membuka sambutannya dengan visi bersama: “Buruh dan Polri bersinergi untuk menjaga stabilitas kamtibmas, mewujudkan keamanan dalam negeri. Indonesia membutuhkan fondasi ini untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.”
Analisis mendalam dari perspektif sosiologi ekonomi menunjukkan bahwa sinergi ini bukan kebetulan, melainkan respons adaptif terhadap dinamika pasca-pandemi. Stabilitas kamtibmas, seperti ditegaskan Sigit, berfungsi sebagai katalisator utama bagi investasi domestik dan asing. “Dengan situasi aman dan damai, pertumbuhan ekonomi akan terakselerasi, langsung berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujarnya, merujuk pada data Badan Pusat Statistik yang memproyeksikan kontribusi sektor industri buruh sebesar 20% terhadap PDB nasional tahun 2025.

Lebih jauh, Sigit memposisikan kolaborasi ini sebagai “modal besar” pendukung kebijakan pemerintah. “Rekan-rekan buruh mendukung penuh program Presiden Prabowo. Kita harus bersinergi agar kesejahteraan rakyat terwujud optimal,” tegasnya. Ini selaras dengan teori ekonomi politik Amartya Sen, di mana kebebasan berekspresi buruh—seperti terlihat dalam apel damai ini—merupakan prasyarat untuk pembangunan manusiawi, bukan konfrontasi destruktif.
Apel Akbar ini menonjol sebagai paradigma baru dalam hubungan industrial. Berbeda dari demonstrasi konvensional yang sering berujung ketegangan, kegiatan ini berlangsung tertib di bawah pengawasan Polri, dengan zero insiden. Sigit mengapresiasi inisiatif KSPSI dan KSPI: “Ini bentuk kebebasan berekspresi yang konstruktif. Saya berterima kasih atas upaya buruh memperjuangkan hak sambil menjaga keamanan dan ketertiban.”
Dari lensa akademis, fenomena ini merepresentasikan transisi dari model konfliktual ke kooperatif dalam relasi buruh-negara. Peneliti dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Susanti, mengomentari: “Sinergi ini memperkuat resiliensi sosial-ekonomi, mengurangi risiko mogok massal yang historically menghambat FDI hingga 15%.” Acara ditutup dengan deklarasi bersama: komitmen buruh untuk dukung program pemerintah, sementara Polri menjanjikan perlindungan hak-hak dasar.
Sinergi buruh-Polri ini membuka babak baru dalam narasi pembangunan nasional. Di era Prabowo, di mana target pertumbuhan 8% bergantung pada stabilitas industri, kolaborasi semacam ini menjadi blueprint untuk provinsi-provinsi lain. Bekasi, sebagai pusat manufaktur, kini menjadi laboratorium hidup bagi model ini—bukti bahwa dialog inklusif lebih efektif daripada represi.
Saat matahari terbenam di Jababeka, sorak sorai buruh bergema: “Bersama Polri, buruh maju!” Pesan Sigit bergaung: stabilitas bukan akhir, tapi awal dari kesejahteraan merata.
Pewarta : Nandang Bramantyo
