
RI News Portal. Jakarta, 2 September 2025 – Organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty International dan Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan selama protes massal yang melanda berbagai kota di Tanah Air. Seruan ini muncul di tengah eskalasi kekerasan yang telah menewaskan setidaknya delapan orang dan melukai ratusan demonstran sejak akhir Agustus lalu.
Protes yang dimulai sebagai aksi damai menentang tunjangan mewah bagi anggota parlemen ini berubah menjadi bentrokan sengit, terutama di Jakarta dan daerah lain. Menurut laporan, polisi dan militer dikerahkan untuk membubarkan massa, dengan tuduhan bahwa beberapa demonstrasi melibatkan tindakan anarkis. Namun, kelompok hak asasi menyoroti bahwa respons aparat telah melewati batas, termasuk penggunaan kekuatan mematikan yang tidak proporsional.

Amnesty International, dalam pernyataan resminya yang dirilis kemarin, menyatakan bahwa “jumlah kematian yang meningkat akibat penindakan protes di Jakarta dan wilayah lain di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Tidak seorang pun boleh mati saat menyuarakan aspirasi mereka.” Organisasi ini juga mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut aksi protes sebagai “pengkhianatan” atau “terorisme”, menyebutnya sebagai sikap yang tidak sensitif terhadap keluhan masyarakat. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menambahkan bahwa label semacam itu berlebihan dan dapat memperburuk situasi, terutama ketika disertai ancaman tindakan tegas.
Sementara itu, OHCHR melalui juru bicaranya, Ravina Shamdasani, menyerukan pengendalian diri dari semua pihak. “Kami mendesak investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional,” ujarnya dalam konferensi pers di Jenewa. OHCHR juga menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan demonstran untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, sambil mengikuti perkembangan kekerasan dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen.
Baca juga : Sidang Pewarganegaraan WNA Italia di Bali: Ujian Ketat Menuju WNI
Respons internasional tidak berhenti di situ. Beberapa kedutaan besar asing, termasuk Amerika Serikat, Australia, Prancis, Kanada, dan negara-negara ASEAN, telah mengeluarkan peringatan perjalanan bagi warganya, menyarankan untuk menghindari area protes karena risiko kekerasan. Laporan dari media internasional seperti BBC dan Reuters mencatat bahwa protes ini telah menjadi yang terburuk dalam dua dekade terakhir, dengan kerusakan ekonomi mencapai jutaan dolar dan dampak pada sektor pariwisata, khususnya di Bali.
Meskipun beberapa kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil sempat menunda aksi pada Senin kemarin karena peningkatan keamanan, ratusan orang tetap berkumpul di kota-kota besar, menunjukkan keteguhan tuntutan reformasi. Pemerintah telah mundur dari rencana peningkatan tunjangan, tetapi pengamat menilai bahwa ketidakpuasan mendalam terhadap ketidaksetaraan ekonomi dan korupsi masih membara. Situasi ini menjadi ujian awal bagi pemerintahan Prabowo Subianto, yang baru menjabat, untuk menangani isu hak asasi dan stabilitas nasional
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH
