
RI News Portal. Maumbi, Minahasa Utara 6 Oktober 2025 – Konflik sengketa lahan di Desa Maumbi, Minahasa Utara, mencapai titik kritis dengan penutupan ruas Jalan Soekarno-Yos Sudarso (SBY) oleh pemilik lahan pada Senin malam. Aksi ini dipicu oleh kekecewaan mendalam atas ketidakjelasan ganti rugi lahan dan dugaan penyimpangan administrasi yang terungkap melalui investigasi mendalam.
Siltje Watung, salah satu pihak yang mengklaim kepemilikan lahan, mengungkapkan adanya selisih luas lahan yang signifikan. Berdasarkan data awal, lahan di Jalan SBY yang tercatat atas nama YW memiliki luas 3.856 m². Namun, pengukuran ulang menunjukkan panjang lahan 105 meter dan lebar 54 meter, menghasilkan luas aktual 5.670 m². Selisih sebesar 2.854 m² ini memunculkan pertanyaan besar: ke mana perginya lahan tersebut?
“Kami menuntut kejelasan. Apakah ini murni kesalahan administrasi atau ada motif lain?” tegas Siltje Watung.

Penutupan Jalan SBY oleh pemilik lahan merupakan bentuk protes atas gagalnya Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara (Pemkab Minut) membayar ganti rugi. Aksi ini melumpuhkan akses vital di wilayah tersebut, mencerminkan ketegangan yang kian memuncak.
Kejanggalan lain terungkap dari keterangan Deki Kalengkongan, mantan kepala jaga Desa Maumbi, yang dinilai tidak sesuai fakta. Investigasi menemukan bahwa nama YW tercantum dalam daftar kepemilikan lahan, diikuti oleh nama GTJh, yang memicu keraguan terhadap proses Bea Transfer (BT). Selain itu, keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama IO.S pada tahun 2016 menambah kompleksitas masalah. Pihak terkait mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memverifikasi apakah SHM atas nama GTJ pada tahun 2024 tumpang tindih dengan SHM sebelumnya.
Siltje Watung, bersama anak alih warisnya, Imelda Orlyn Sepang, warga Manado, mengambil langkah hukum dengan menggugat Pemkab Minut dan BPN ATR Minut. Mereka menduga adanya “permainan” dalam proses pembayaran ganti rugi, di mana dana telah dikeluarkan tetapi tidak sampai ke tangan pemilik lahan yang sah.
“Kami tidak akan diam. Dana ganti rugi sudah keluar, tapi mengapa kami tidak menerima apa-apa?” ujar Watung dengan nada geram.
Baca juga : Kapolda Jateng: Pengawasan Kunci Profesionalisme Polri dalam Audit Kinerja 2025
Sengketa ini bukanlah hal baru. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Minahasa Utara Nomor 204/Pdt.G/2016/PN Arm, tertanggal 23 Februari 2017, telah ditegaskan status hukum lahan tersebut. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), namun implementasinya masih bermasalah.
Beberapa pertemuan antara pemilik lahan, Pemkab Minut, dan BPN ATR Minahasa Utara telah digelar, namun selalu berakhir tanpa solusi. Pihak Pemkab dan BPN diduga tidak memiliki data yang memadai untuk mempertanggungjawabkan penggunaan lahan yang kini menjadi jalan raya.
Masyarakat Maumbi menanti langkah konkret dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik ini. Penutupan Jalan SBY tidak hanya mengganggu mobilitas, tetapi juga menjadi simbol ketidakadilan yang dirasakan warga. Investigasi terus berlanjut untuk mengungkap fakta, memberikan keadilan bagi pihak yang dirugikan, dan mencari solusi atas sengketa yang telah berlarut-larut ini.
Pewarta : Marco Kawulusan
