
RI News Portal. New York, 23 September 2025 – Di tengah gemerlap markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato yang tak hanya menyentuh hati nurani global, tetapi juga menantang fondasi kredibilitas lembaga internasional itu sendiri. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang Palestina dan Solusi Dua Negara, Prabowo menegaskan bahwa pertemuan ini melampaui nasib satu bangsa, melainkan menjadi ujian bagi masa depan Israel dan integritas PBB secara keseluruhan.
Pidato Prabowo, yang disampaikan di hadapan para pemimpin dunia termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, menjadi sorotan utama dalam rangkaian Sidang Majelis Umum ke-80 PBB. “Oleh karena itu, hari ini dengan bermartabat kami berkumpul untuk mengemban tanggung jawab historis kami,” ujar Prabowo, seraya menekankan bahwa tanggung jawab ini mencakup nasib Palestina, prospek Israel, dan kepercayaan dunia terhadap PBB. Nada pidatonya, yang penuh hormat namun tegas, mencerminkan posisi Indonesia sebagai negara yang konsisten dalam advokasi perdamaian berbasis keadilan.

KTT ini, yang diinisiasi oleh Prancis dan Kerajaan Arab Saudi, bukanlah sekadar forum diplomatik rutin. Di bawah kepemimpinan bersama Presiden Macron dan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, acara ini menyatukan 33 delegasi dari berbagai negara serta organisasi seperti Uni Eropa dan Liga Arab. Macron membuka sesi sebagai co-chair, diikuti oleh Faisal bin Farhan dan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, menciptakan panggung bagi diskusi mendalam tentang krisis yang telah berlarut-larut.
Dalam sambutannya, Prabowo menyampaikan penghargaan mendalam atas nama bangsa Indonesia kepada inisiator acara. Ia memuji kepemimpinan Prancis dan Arab Saudi sebagai “musyawarah yang penting,” yang membuka jalan bagi dialog konstruktif di tengah ketegangan global. Namun, di balik rasa hormat itu, Prabowo tak ragu menyuarakan keprihatinan atas tragedi kemanusiaan yang sedang berlangsung. “Ribuan nyawa tak berdosa, terutama perempuan dan anak-anak, terbunuh,” katanya, seraya menggambarkan bagaimana kekerasan telah menimbulkan ancaman kelaparan dan bencana yang nyata.
Baca juga : Desakan Transparansi Hukum: Aliansi Masyarakat Dorong KPK Usut Tuntas Dugaan Penyimpangan Dana CSR BI-OJK
Mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil, Prabowo menegaskan, “Kelaparan mengancam, bencana kemanusiaan sedang terjadi di depan mata kita. Kami mengutuk semua tindakan kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa.” Pernyataan ini bukan hanya retorika; ia mencerminkan komitmen Indonesia untuk menjadikan KTT ini sebagai momentum aksi, bukan sekadar kata-kata. Prabowo menekankan bahwa pertemuan ini bertujuan mengemban tanggung jawab atas kekerasan yang telah merenggut begitu banyak jiwa, menjadikannya panggilan bagi komunitas internasional untuk bertindak secara kolektif.
Secara konsisten, Indonesia mempertahankan dukungannya terhadap solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi. Prabowo menyatakan bahwa pemerintahannya siap mengakui Negara Israel, tetapi dengan syarat: pengakuan terlebih dahulu atas kemerdekaan dan kenegaraan Palestina. “Kita harus menjamin kenegaraan Palestina, tetapi Indonesia juga menyatakan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui Negara Israel dan kami akan mendukung semua jaminan keamanan Israel,” tegasnya. Pendekatan ini, yang menggabungkan empati dengan pragmatisme, menawarkan visi perdamaian yang seimbang, di mana keamanan kedua belah pihak menjadi prioritas utama.

Prabowo tidak sendirian dalam perwakilannya; ia didampingi oleh rombongan kunci, termasuk Menteri Luar Negeri Sugiono, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, serta Wakil Tetap RI untuk PBB Umar Hadi. Kehadiran mereka menandai komitmen holistik Indonesia, yang melibatkan aspek diplomatik, ekonomi, dan hak asasi manusia dalam isu Palestina.
Dalam konteks yang lebih luas, KTT ini muncul sebagai respons terhadap krisis berkepanjangan yang telah menguji batas diplomasi internasional. Dengan menyoroti kredibilitas PBB, Prabowo secara implisit mengajak dunia untuk merefleksikan efektivitas lembaga tersebut dalam menangani konflik abad ke-21. Pidatonya bukan hanya tentang Palestina atau Israel, melainkan tentang bagaimana komunitas global dapat memulihkan kepercayaan melalui tindakan nyata. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, posisi Indonesia di sini memperkaya narasi global, menjembatani perspektif Timur dan Barat dalam pencarian solusi yang adil.
Acara ini, yang berlangsung pada Senin sore waktu setempat, meninggalkan pesan yang resonan: perdamaian bukanlah pilihan, melainkan tanggung jawab historis yang harus diemban bersama. Saat dunia menyaksikan, pertanyaan kini bergeser dari “apa yang bisa dilakukan” menjadi “apa yang harus dilakukan segera” untuk menyelamatkan kredibilitas PBB dan nyawa yang tak terhitung.
Pewarta : Albertus Parikesit
