
RI News Portal. Brebes – Praktik penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mencoreng tata kelola distribusi energi di Kabupaten Brebes. Pada Sabtu (2/8/2025), tim awak media mendapati secara langsung dugaan penyelewengan solar bersubsidi di SPBU Pejagan, Kecamatan Tanjung. Aktivitas tersebut dilakukan secara terang-terangan oleh para pengangsu menggunakan kendaraan roda tiga jenis Tosa dan sejumlah sepeda motor, lengkap dengan jerigen berkapasitas besar.
Dugaan kuat mengarah pada praktik penimbunan yang diduga rutin terjadi di lokasi tersebut. Saat awak media berupaya mengonfirmasi, mandor SPBU yang terlihat di area pengisian justru memilih menghindar, meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan. Tindakan diam dan sikap menghindar ini memperkuat indikasi adanya kolusi antara pihak SPBU dan pelaku penimbunan.
Ironisnya, proses pengisian solar bersubsidi ke dalam jerigen dilakukan di bawah pengawasan langsung mandor tanpa adanya larangan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal, sekaligus pelanggaran terhadap prinsip distribusi BBM yang tepat sasaran

Secara nasional, praktik ini melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya ketentuan yang melarang penyimpanan, pengangkutan, dan niaga BBM bersubsidi tanpa izin resmi.
Pasal 55 UU Migas dengan tegas mengatur bahwa:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.”
Di tingkat daerah, Kabupaten Brebes juga memiliki Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, yang dalam Pasal 9 mengatur larangan melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban distribusi barang kebutuhan pokok, termasuk BBM bersubsidi. Penimbunan BBM dalam jumlah besar di luar mekanisme resmi dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mengganggu ketertiban umum, dengan sanksi administratif hingga pidana sesuai peraturan yang berlaku.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi berdampak langsung pada masyarakat kecil, khususnya petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro yang sangat bergantung pada harga BBM subsidi untuk menekan biaya operasional.
Dampak sosial yang muncul antara lain:
- Kenaikan harga BBM di tingkat pengecer, yang memaksa masyarakat membeli di atas harga resmi.
- Pengurangan kuota BBM subsidi di SPBU yang mengakibatkan antrean panjang dan menurunnya produktivitas masyarakat.
- Erosi kepercayaan publik terhadap lembaga distribusi energi dan pemerintah daerah.
Jika praktik ini dibiarkan, efek domino akan meluas pada sektor transportasi publik, ongkos produksi pangan, hingga inflasi daerah.
Kasus di SPBU Pejagan menjadi cerminan lemahnya sinergi antara aparat penegak hukum, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Pertamina, serta Satpol PP sebagai penegak perda.

Pemerintah daerah perlu:
- Memperketat pengawasan distribusi BBM melalui inspeksi mendadak dan pemasangan CCTV yang terhubung langsung ke dinas terkait.
- Memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin SPBU yang terbukti melakukan pelanggaran.
- Mengaktifkan peran masyarakat sebagai pengawas partisipatif, melalui kanal pengaduan resmi dan perlindungan identitas pelapor.
Penindakan tegas tidak hanya penting untuk memutus mata rantai penimbunan, tetapi juga untuk mengembalikan keadilan distribusi energi sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pewarta : Dandi Setiawan
