” Kehadiran Direskrimsus Polda Sulawesi Utara Hanya Jadi “Angin Lalu””
RI News Portal. Ratatotok, Sulawesi Utara – Operasi penertiban aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan Kebun Raya Megawati Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, yang digelar Polda Sulawesi Utara pada pertengahan November 2025 lalu, ternyata tidak menghasilkan satu pun penetapan tersangka. Meski operasi dipimpin langsung Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Winardi, hingga pertengahan Desember 2025 tidak ada satupun pelaku utama yang terjerat proses hukum.
Kebun Raya Megawati Ratatotok memiliki status perlindungan hukum yang kuat. Kawasan seluas 307 hektare ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kebun Raya yang menegaskan fungsi utama kebun raya sebagai kawasan konservasi ex-situ, penelitian, pendidikan, wisata alam, dan jasa lingkungan. Perlindungan tersebut diperkuat pula oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya Pasal 21 dan Pasal 40 yang melarang segala bentuk kegiatan yang dapat merusak kelestarian ekosistem di kawasan konservasi.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Meski baliho larangan kegiatan PETI berukuran besar masih berdiri kokoh di beberapa titik masuk kawasan dan spanduk peringatan dari Polres Minahasa Tenggara terpasang sejak Oktober 2025, aktivitas mesin dompeng dan excavator mini milik penambang masih terdengar hingga malam hari. Lubang-lubang galian baru terus bertambah di dalam zona inti kebun raya.
Ketua Umum Gerakan Tatar Indonesia (GTI) Fikri Alkatiri menilai penindakan yang dilakukan Polda Sulawesi Utara hanya bersifat seremonial.
“Operasi yang dipimpin langsung Direskrimsus Kombes Pol Winardi itu hanya angin lalu. Baliho larangan masih terpampang jelas, tapi aktivitas PETI berjalan seperti biasa. Ini membuktikan Polres Minahasa Tenggara di bawah komando AKBP Handoko Sanjaya tidak mampu melakukan penegakan hukum yang tegas,” ujar Fikri kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).
Fikri juga membeberkan bahwa sejumlah pelaku utama yang selama ini dikenal luas di kalangan masyarakat setempat dengan inisial “Brayen” dan “Aping” masih berkeliaran bebas dan bahkan terlihat mengawasi langsung aktivitas tambang beberapa hari setelah operasi penertiban.
Baca juga : Warga Desa Hargantoro Wonogiri Tolak Pembangunan Gedung Koperasi Desa Merah Putih di Atas Lapangan Olahraga
“Kami mendesak Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Yudhiawan mencopot Kapolres Minahasa Tenggara AKBP Handoko Sanjaya karena dinilai gagal menuntaskan kasus dan justru terindikasi memberi ruang kepada jaringan mafia PETI. Kami juga meminta Polda segera menangkap Brayen dan Aping yang diduga kuat sebagai otak di balik kegiatan ilegal ini,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kabid Humas Polda Sulawesi Utara Kombes Pol Jules Abraham Abast belum memberikan keterangan resmi terkait kelanjutan proses hukum terhadap pelaku PETI di Kebun Raya Megawati Ratatotok. Sementara itu, kerusakan ekosistem akibat limbah merkuri dan sedimentasi di kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi negara tersebut terus berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat.
Kegagalan penegakan hukum di salah satu kebun raya yang ditetapkan melalui Perpres ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah regulasi perlindungan kawasan konservasi di Indonesia hanya menjadi macan kertas di hadapan kepentingan ekonomi ilegal?
Pewarta : Marco Kawulusan

