
RI News Portal. Grobogan, Jawa Tengah — Praktik penimbunan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Grobogan. Sebuah gudang yang berlokasi di Jalan Kiyai Sanusi RT 01 RW 03, Desa Pangkalan, Kecamatan Ngaringan, diduga kuat menjadi tempat penampungan BBM subsidi secara ilegal. Dugaan ini muncul dari laporan warga mengenai aktivitas pengangkutan solar dari sejumlah SPBU ke lokasi tersebut, yang berlangsung terbuka dan nyaris tanpa hambatan hukum.
Pantauan lapangan mengindikasikan bahwa aktivitas dilakukan pada siang hari dengan menggunakan truk yang telah dimodifikasi. Penggunaan surat rekomendasi dari desa atau instansi terkait serta pemanfaatan barcode palsu diduga menjadi modus utama dalam mengelabui petugas SPBU. Situasi ini memperlihatkan adanya celah serius dalam sistem distribusi BBM subsidi yang seharusnya diawasi secara ketat oleh pemerintah daerah dan instansi teknis.
Tindakan penimbunan dan penyalahgunaan solar bersubsidi ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 55 UU Migas, pelaku dapat dikenai sanksi pidana maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar. Selain itu, ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti Pasal 362 (pencurian), Pasal 374 (penggelapan dalam jabatan), dan Pasal 423 (penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat) dapat dijeratkan, khususnya jika ditemukan keterlibatan aparat atau petugas SPBU.

Dalam konteks lokal, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Grobogan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, secara eksplisit melarang setiap bentuk kegiatan ilegal yang mengganggu ketertiban umum, termasuk kegiatan penyimpanan bahan berbahaya dan mudah terbakar tanpa izin. Pasal-pasal dalam perda ini memberikan landasan hukum bagi tindakan represif dan preventif oleh Satpol PP dan aparat penegak hukum daerah.
Praktik yang terjadi di Desa Pangkalan, Ngaringan, menyingkap kelemahan serius dalam tata kelola subsidi energi di tingkat daerah. Lemahnya sistem pengawasan distribusi solar subsidi oleh instansi seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, hingga camat dan kepala desa setempat, mencerminkan tidak optimalnya pelaksanaan prinsip desentralisasi pengawasan yang diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Padahal, otonomi daerah memberikan ruang luas bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun regulasi turunan, melakukan inspeksi mendadak, serta menerbitkan rekomendasi atau mencabut izin operasional gudang jika terbukti melanggar. Ketiadaan tindakan administratif terhadap lokasi gudang yang telah lama beroperasi diduga memperkuat praktik impunitas di sektor distribusi energi.
Informasi dari narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan adanya indikasi keterlibatan oknum petugas SPBU, baik operator maupun supervisor, dalam praktik ilegal ini. Di beberapa titik SPBU di jalur Pantura, kendaraan tangki modifikasi tampak leluasa mengisi BBM dalam jumlah besar sebelum menuju ke gudang milik seseorang berinisial AN.
Pola ini mengindikasikan struktur sistematis yang menyerupai praktik mafia migas, yakni kolusi antara pelaku, aparat lapangan, dan penyelenggara SPBU, yang menyebabkan subsidi energi tidak tepat sasaran. Keberadaan mafia solar ini bukan hanya merugikan negara dari sisi anggaran, tetapi juga merampas hak sektor transportasi publik, petani, dan nelayan yang seharusnya mendapat prioritas pemanfaatan subsidi.
Masyarakat dan akademisi mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polsek Ngaringan, Polres Grobogan, dan Polda Jawa Tengah, untuk bertindak tegas dalam menindak pelaku, termasuk menelusuri aliran distribusi ilegal dan memeriksa keabsahan dokumen yang digunakan. Dalam perspektif good governance, penegakan hukum atas pelanggaran subsidi energi menjadi indikator utama transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah.
Keterlibatan instansi vertikal seperti Pertamina dan BPH Migas juga diperlukan untuk melakukan audit terhadap SPBU yang terindikasi terlibat. Koordinasi lintas sektor menjadi kunci dalam mengurai praktik penyelewengan yang telah menahun dan kerap lolos dari sorotan publik.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari kepolisian maupun pihak pemilik gudang. Ketiadaan informasi resmi ini justru memperkuat urgensi tindakan cepat dan akurat dari aparat, mengingat dampak kerugian yang ditimbulkan tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi juga sosial dan ekologi.
Dalam kerangka regulasi daerah dan nasional, peristiwa ini harus dijadikan momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola subsidi energi. Pemerintah Kabupaten Grobogan bersama DPRD setempat perlu mendorong revisi atau pembentukan perda teknis yang memperketat pengawasan BBM subsidi serta mendorong pembentukan tim pengawas lintas sektor di lapangan.
Pewarta : DD/Team
