
RI News Portal. Jakarta, 13 Oktober 2025 — Pemerintah Indonesia mewajibkan sertifikat bebas radioaktif bagi pelaku usaha yang akan mengekspor udang ke Amerika Serikat (AS) sebagai respons terhadap kebijakan import alert dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Kebijakan ini bertujuan memastikan produk udang Indonesia bebas dari kontaminasi Cesium-137 (Cs-137), zat radioaktif yang menjadi perhatian otoritas AS.
Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Bara Krishna Hasibuan, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satgas Cs-137, menyatakan bahwa Indonesia dan AS telah menyepakati Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai certifying entity (CE). KKP akan menerbitkan sertifikat bebas kontaminasi Cs-137 untuk ekspor udang ke AS.
“Kesepakatan ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memenuhi standar keamanan pangan internasional. KKP akan memastikan bahwa sertifikasi ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha,” ujar Bara, Senin (13/10).
Menurut Bara, tata cara persyaratan sertifikasi dan pelaporan untuk produk udang dan rempah saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Ia optimistis bahwa kebijakan ini akan memperkuat kepercayaan pasar global terhadap produk perikanan Indonesia.

Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan KKP, Ishartini, menjelaskan bahwa sertifikasi bebas radioaktif akan diintegrasikan ke dalam Sertifikat Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SMHKP) yang sudah berlaku. “Kami hanya menambahkan keterangan bahwa produk bebas dari kontaminasi radioaktif,” terang Ishartini.
Sertifikasi ini akan berlaku mulai 31 Oktober 2025, khususnya untuk produk udang dan rempah dari Jawa dan Lampung. Proses sertifikasi dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP di daerah, dengan syarat pelaku usaha melampirkan hasil uji laboratorium dari lembaga yang ditunjuk, seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Ishartini menambahkan bahwa biaya pengujian laboratorium akan ditanggung oleh eksportir, sementara sertifikasi itu sendiri tidak dikenakan biaya. “Pelaku usaha hanya menanggung biaya uji lab, bukan sertifikasinya,” jelasnya.
Kebijakan ini berlaku untuk perusahaan yang masuk dalam kategori yellow list, yaitu unit pengolahan ikan di Jawa dan Lampung yang telah mendapat izin ekspor ke AS, dengan syarat memenuhi ketentuan sertifikasi baru. Namun, perusahaan dalam kategori red list, seperti PT Bahari Makmur Sejati (BMS), yang produknya pernah terdeteksi mengandung radioaktif di AS, harus melalui proses lebih ketat. Proses tersebut meliputi pengajuan petisi, verifikasi, dan sertifikasi oleh lembaga independen yang terakreditasi oleh FDA.
Baca juga : Indonesia-Belanda: Diplomasi Ekonomi Hijau Menuju 2026–2029
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing udang Indonesia di pasar AS, sekaligus menjaga reputasi produk perikanan nasional. Dengan skema pengujian dan sertifikasi yang ketat, pemerintah berupaya memastikan bahwa produk ekspor memenuhi standar keamanan pangan internasional, sehingga memperkuat kepercayaan konsumen dan otoritas asing.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan pelaku usaha guna memastikan implementasi kebijakan ini berjalan lancar. Finalisasi tata cara sertifikasi diharapkan selesai dalam waktu dekat, memberikan panduan yang jelas bagi eksportir.
Pewarta : Albertus Parikesit
