
RI News Portal. Jakarta, 10 Oktober 2025 – Dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan rencana agresif pemerintah untuk mengoptimalkan pengembangan perkebunan hortikultura di seluruh Indonesia. Pengumuman ini disampaikan pasca-rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, menandai langkah strategis awal kabinet baru dalam mengaddress isu pangan dan ekonomi pedesaan.
Berbeda dari pendekatan konvensional yang sering terfokus pada produksi pangan pokok, program ini menekankan integrasi nilai tambah domestik melalui komoditas perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa dalam, mente, dan pala. “Kami dapat Rp9,95 triliun. Kita akan berikan benih, bibit, pada seluruh pertanian Indonesia, kakao, kopi, kelapa dalam, mente, pala,” ujar Andi Amran dalam konferensi pers di Kantor Presiden Kompleks Istana Kepresidenan pada Kamis (9/10/2025). Anggaran ini, yang bersumber dari pemulihan anggaran pasca-pemilu, direncanakan untuk diserap sepenuhnya melalui penyediaan input produksi gratis bagi petani, mencerminkan paradigma shift dari subsidi langsung ke investasi infrastruktur tanaman tahunan.

Program optimalisasi ini menargetkan 800.000 hektare lahan di berbagai provinsi, dengan distribusi gratis untuk mendorong partisipasi petani kecil. Andi Amran menekankan bahwa inisiatif ini bukan sekadar ekspansi lahan, melainkan mekanisme penciptaan ekosistem ekonomi berkelanjutan. “Itu (perkebunan hortikultura) kurang lebih 800 ribu hektare seluruh Indonesia, dan itu gratis. Akan membukakan lapangan kerja 1,6 juta orang dalam waktu paling lambat 2 tahun,” katanya.
Dari perspektif akademis, pendekatan ini selaras dengan teori pembangunan pedesaan ala Amartya Sen, di mana akses terhadap sumber daya produktif seperti benih berkualitas tinggi dapat memutus rantai kemiskinan struktural. Estimasi lapangan kerja sebanyak 1,6 juta orang – setara dengan 2 orang per hektare berdasarkan model tenaga kerja intensif hortikultura – diproyeksikan tercapai melalui siklus tanam cepat, seperti kopi dan kakao yang mencapai masa produktif dalam 18-24 bulan. Hal ini berpotensi menurunkan tingkat pengangguran pedesaan, yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) masih mencapai 5-7% di wilayah pertanian.
Mentan menegaskan bahwa program ini bertujuan menjaga “added value” tetap di dalam negeri, menghindari ekspor bahan mentah yang sering merugikan petani. “Added value-nya harus ada di Indonesia. Kalau ini kita lakukan terus-menerus, membuka lapangan kerja, menekan kemiskinan, kemudian meningkatkan kesejahteraan, kemudian mengurangi pengangguran,” tambahnya. Langkah ini juga mendukung visi ketahanan pangan Prabowo, di mana hortikultura perkebunan dilihat sebagai pilar diversifikasi dari beras dan jagung, sekaligus kontribusi terhadap target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 2 (Zero Hunger) dan 8 (Decent Work and Economic Growth).
Baca juga : Dugaan Pelanggaran Pengelolaan Limbah B3 oleh PT Hwa Seuang Indonesia di Jepara: Kajian Hukum Lingkungan
Dengan implementasi yang dijadwalkan mulai kuartal pertama 2026, program ini diharapkan memberikan dampak multiplikat: peningkatan ekspor olahan seperti kopi premium dan minyak kelapa, serta pengurangan impor bibit yang selama ini mencapai miliaran rupiah. Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menyambut positif, meski menyarankan monitoring ketat untuk menghindari isu degradasi lahan di daerah rawan seperti Sumatera dan Sulawesi.
Inisiatif ini menjadi bukti komitmen pemerintah baru dalam mengintegrasikan agronomi dengan ekonomi inklusif, potenzial merevitalisasi sektor perkebunan yang selama pandemi mengalami kontraksi hingga 2,5%. Pembaruan terkait akan dipantau melalui laporan triwulanan Kementerian Pertanian.
Pewarta : Yudha Purnama
