
RI News Portal. Banda Aceh, 29 September 2025 – Dalam sebuah pernyataan tegas yang disampaikan di tengah hiruk-pikuk media sosial, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Nazaruddin, yang lebih dikenal sebagai Tgk Agam Sabang, mengecam keras aksi demonstratif Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution. Insiden ini bermula dari video viral yang menunjukkan Bobby Nasution secara pribadi menghentikan truk berplat nomor BL—kode kendaraan khas Aceh—di perbatasan Kabupaten Langkat, Sumut, dan memerintahkan sopirnya untuk segera mengganti plat menjadi BK, kode lokal Sumut.
Aksi tersebut, yang terjadi akhir pekan lalu, bukan hanya memicu gelombang kecaman dari kalangan legislatif Aceh, tetapi juga menyingkap kerapuhan hubungan antarprovinsi di Pulau Sumatera. “Seorang gubernur semestinya mengedepankan koordinasi antarprovinsi, bukan melakukan aksi sepihak yang bisa memicu kesalahpahaman,” tegas Tgk Agam saat ditemui di Banda Aceh, Senin (29/9/2025). Menurutnya, pendekatan Bobby Nasution yang terlihat seperti “razia ala polisi jalanan” justru menciptakan kesan diskriminatif terhadap kendaraan dari Aceh, seolah-olah plat BL adalah simbol ancaman bagi kedaulatan lokal Sumut.
Video berdurasi singkat itu, yang pertama kali beredar di platform X (sebelumnya Twitter) pada Minggu malam, menampilkan Bobby Nasution didampingi rombongan aparat dan warga setempat. Dengan nada tegas, ia menyatakan bahwa kendaraan yang beroperasi di Sumut sebaiknya berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak plat BK atau BB. “Ini untuk ketertiban dan keadilan,” katanya dalam rekaman tersebut, sambil meminta sopir truk Aceh menyampaikan pesan itu kepada pemilik kendaraannya.

Pemerintah Sumut kemudian mengklarifikasi bahwa tindakan itu bukan razia paksa, melainkan imbauan administratif untuk memastikan pajak kendaraan dibayarkan sesuai domisili operasional. Namun, penjelasan ini gagal meredam amarah. Di Aceh, warganet ramai membalas dengan seruan balasan: razia plat BK yang beroperasi di Aceh, yang jumlahnya tak kalah banyak terutama untuk angkutan barang dan proyek infrastruktur. “Plat BK masuk Aceh aman saja, malah diterima baik. Jadi jangan buat gaduh dengan tindakan yang diskriminatif terhadap plat BL,” tulis salah satu pengguna X dalam unggahan yang mendapat ratusan like.
Tgk Agam, politisi senior Partai Aceh yang dikenal vokal dalam isu otonomi daerah, menyoroti bahwa insiden ini bukan kejadian terisolasi. Ia mengaitkannya dengan kontroversi sebelumnya soal klaim empat pulau perbatasan Aceh-Sumut, yang sempat memanaskan hubungan bilateral. “Saya selaku pribadi merasa heran kenapa sikap Gubernur Sumatera Utara yang seolah-olah ingin mencari permasalahan dengan Aceh, kemarin soal empat pulau,” pungkasnya, menambahkan nada heran yang mencerminkan kekhawatiran mendalam atas pola pikir “provinsialisme ekstrem” Bobby Nasution.
Secara ekonomi, Aceh dan Sumut terikat erat melalui koridor transportasi darat yang vital. Truk plat BL sering melintasi perbatasan untuk mengangkut komoditas seperti sawit, kopi, dan hasil perikanan, mendukung rantai pasok regional senilai miliaran rupiah setiap tahun. Tgk Agam memperingatkan bahwa kebijakan sepihak seperti ini berpotensi mengganggu alur dagang, meningkatkan biaya logistik, dan bahkan memicu boikot informal dari pelaku usaha Aceh. “Kita menginginkan keteraturan, tetapi jangan sampai tindakan seperti ini menyinggung marwah Aceh. Plat BL bukan alasan untuk diperlakukan berbeda, apalagi juga banyak kendaraan dengan plat BK beroperasi di Aceh,” ujarnya.
Dari sisi sosial, aksi Bobby Nasution dinilai berisiko memicu gesekan horizontal antarwarga perbatasan. Sejarah Sumatera, yang pernah menyaksikan konflik etnis dan wilayah pasca-reformasi, membuat isu seperti ini sensitif. “Ini namanya kebijakan blunder yang kontra-persatuan,” kata Tgk Agam, menggemakan suara serupa dari Anggota DPR RI M. Nasir Djamil, yang bahkan mendesak polisi untuk bertindak tegas jika kebijakan ini berlanjut. Mahasiswa hukum Aceh melalui PERMAHI juga ikut bersuara, menyerukan penghentian aktivitas ekonomi Aceh di Sumut sebagai bentuk solidaritas.
Menghadapi eskalasi ini, Tgk Agam mendesak Pemerintah Aceh untuk segera menindaklanjuti melalui saluran resmi. “Pemerintah Aceh harus berkomunikasi secara diplomatis agar tidak berkembang menjadi polemik yang merugikan hubungan kedua daerah,” katanya. Ia menekankan bahwa pengawasan lalu lintas barang seharusnya dikelola oleh aparat penegak hukum dan petugas perhubungan, bukan kepala daerah yang turun tangan secara demonstratif. “Kalau ada dugaan pelanggaran angkutan, itu ranah aparat dan petugas perhubungan. Tidak perlu sampai gubernur sendiri turun menghentikan kendaraan dengan plat Aceh.”
Hingga kini, belum ada respons resmi dari Bobby Nasution atau kantornya terkait kecaman ini. Namun, gelombang protes di media sosial terus bergulir, dengan tagar #StopRaziaPlatBL dan #HarmoniAcehSumut mendominasi timeline. Insiden ini menjadi pengingat bahwa di era otonomi daerah, kebijakan lokal tak boleh mengorbankan semangat Bhineka Tunggal Ika. Bagi Aceh, yang bangkit dari luka pasca-tsunami dan konflik, menjaga martabat wilayah bukan sekadar isu plat nomor—melainkan soal harga diri bangsa.
Pewarta : Jaulim Saran
