
RI News Portal. Jakarta, 24 September 2025 – Di tengah kompleksitas isu pertanahan yang semakin multidimensi, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Menteri Perumahan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada Selasa, 23 September 2025. Langkah ini bukan hanya memperkuat kerjasama institusional, melainkan juga merepresentasikan komitmen strategis dalam mengatasi tantangan sektor properti nasional, termasuk pencegahan korupsi dan pengamanan aset negara.
Penandatanganan MoU ini merupakan kelanjutan dari program pendampingan penyediaan lahan tempat tinggal yang digulirkan oleh Kementerian PKP. Dalam pidatonya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menekankan bahwa kedua lembaga sering kali berhadapan dengan kerumitan yang melibatkan berbagai aspek, mulai dari konversi fungsi lahan yang tidak terkendali, persengketaan hak atas tanah, hingga upaya melindungi aset negara di ranah properti. “Nota Kesepahaman ini bukanlah sekadar formalitas birokrasi, melainkan sebuah komitmen politik hukum (legal policy) yang konkret,” ujar Burhanuddin, seraya menambahkan bahwa inisiatif ini bertujuan membangun sistem kolaborasi yang sinergis, proaktif, dan preventif.

Dengan ruang lingkup yang komprehensif, MoU ini dirancang untuk menjawab kebutuhan kontemporer di bidang hukum dan permukiman. Burhanuddin menyoroti pentingnya pendekatan preventif dalam menghadapi isu-isu tersebut, di mana kolaborasi antarlembaga menjadi kunci untuk mencegah eskalasi masalah sebelum menjadi konflik hukum yang berkepanjangan. Pendekatan ini sejalan dengan tren global di mana pemerintahan modern semakin mengandalkan kerjasama lintas sektor untuk memastikan keberlanjutan pembangunan.
Sementara itu, Menteri Maruarar Sirait menyambut baik inisiatif ini sebagai manifestasi kolaborasi antara Kejaksaan Agung dan Kementerian PKP. “MoU hari ini menjadi bentuk kolaborasi antara Lembaga Kejaksaan Agung dan Kementerian PKP, dan komitmen bersama mewujudkan tata kelola pemerintah yang bersih, transparan, dan akuntabel,” kata Sirait. Ia menegaskan bahwa dokumen ini bukan sekadar formalitas, melainkan tonggak awal bagi sinergi nyata dalam pelaksanaan tugas kementeriannya, yang sering kali melibatkan isu sensitif seperti distribusi lahan dan pembangunan infrastruktur.
Baca juga : Perayaan HUT ke-61 Sulawesi Utara: Momen Persatuan dan Dukungan untuk Pembangunan
Sirait merinci tujuh poin utama dalam MoU yang menjadi fondasi kerjasama ini. Pertama, pertukaran data antarlembaga untuk memastikan informasi akurat dan terkini. Kedua, pemberian bantuan hukum guna mendukung proses administratif di sektor permukiman. Ketiga, dukungan dalam penegakan hukum, termasuk investigasi kasus-kasus terkait properti. Keempat, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan bersama. Kelima, pemulihan aset yang mungkin hilang akibat sengketa atau korupsi. Keenam, pencegahan tindak pidana korupsi melalui mekanisme pengawasan dini. Dan ketujuh, pengamanan pembangunan strategis nasional untuk menghindari risiko hukum yang bisa menghambat proyek-proyek vital.
Kolaborasi ini datang di saat Indonesia menghadapi tekanan urbanisasi yang pesat, di mana isu pertanahan sering menjadi sumber konflik sosial dan ekonomi. Analis hukum independen menilai MoU ini sebagai langkah proaktif yang bisa mengurangi beban litigasi di pengadilan, sekaligus memperkuat akuntabilitas pemerintahan. Namun, keberhasilan implementasinya akan bergantung pada eksekusi lapangan, termasuk integrasi teknologi untuk pertukaran data dan monitoring bersama.
Dengan penandatanganan ini, kedua pihak berharap menciptakan ekosistem yang lebih aman dan efisien bagi sektor permukiman, ultimately berkontribusi pada visi Indonesia Emas 2045 di mana akses hunian layak menjadi hak dasar setiap warga. Pembaca diundang untuk mengikuti perkembangan selanjutnya melalui kanal kami, di mana kami akan menyajikan analisis mendalam dan wawancara eksklusif dengan para pakar.
Pewarta : Yudha Purnama
