
RI News Portal. Subulussalam, 2 Agustus 2025 — Kebijakan Pemerintah Kota Subulussalam yang menghapus anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bagi petugas kebersihan jalan menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Ketua YARA Perwakilan Subulussalam, Edy Syahputra Bako, menyebut keputusan tersebut mencerminkan ketidakpekaan dan ketidakberpihakan pada rakyat kecil, khususnya kelompok pekerja rentan seperti penyapu jalan.
“Kami sangat kecewa. Ini bukan hanya soal angka, ini soal keadilan dan keberpihakan. Petugas kebersihan bekerja dengan risiko tinggi, setiap hari mereka berhadapan dengan lalu lintas kendaraan besar dan kecil. Jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan adalah hak mereka, bukan bonus,” ujar Edy kepada media, Sabtu (2/8/2025).
Ironisnya, penghapusan anggaran yang nilainya hanya puluhan ribu rupiah per orang per bulan itu kontras dengan anggaran miliaran rupiah untuk kebutuhan operasional wali kota dan pejabat tinggi lainnya. Fakta ini menimbulkan ketimpangan anggaran yang mencolok, dan memicu pertanyaan publik tentang skala prioritas dalam kebijakan fiskal Pemko Subulussalam.
“Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) satu kali pejabat saja bisa melebihi total iuran BPJS satu tahun untuk beberapa petugas kebersihan. Ini benar-benar menyakitkan bagi rakyat kecil,” tambah Edy.

Polemik ini mencuat setelah seorang petugas kebersihan meninggal dunia, dan keluarganya tidak dapat mencairkan klaim BPJS Ketenagakerjaan. Saat dikonfirmasi, pihak keluarga baru mengetahui bahwa iuran jaminan sosial tersebut telah dihentikan sejak 1 Januari 2025. Temuan ini mendorong warga untuk melaporkan peristiwa tersebut ke kantor YARA Subulussalam.
Menurut sumber terpercaya dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Subulussalam, pihak dinas sebenarnya telah mengusulkan anggaran BPJS ketenagakerjaan dalam rencana kerja mereka. Namun, alokasi tersebut ditolak atau dihapus pada tingkat pembuat kebijakan anggaran kota. Hingga saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari pemerintah kota mengenai alasan penghapusan tersebut.
Dari perspektif hukum dan perlindungan sosial, kebijakan penghapusan iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal atau lapangan merupakan pelanggaran prinsip dasar perlindungan tenaga kerja. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa pemberi kerja, termasuk pemerintah daerah, wajib mendaftarkan dan membayarkan iuran bagi tenaga kerja yang dipekerjakan.
Baca juga : Perda RTRW, Instrumen Kunci Pembangunan Berkelanjutan di Padangsidimpuan
Lebih dari itu, dalam kerangka etika kebijakan publik, keputusan ini memperlihatkan kegagalan moral dalam memprioritaskan kebutuhan kelompok paling rentan. Petugas kebersihan adalah garda terdepan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan perkotaan, namun justru tidak mendapatkan jaminan perlindungan kerja yang layak.
“Wajah baru, harapan baru. Tapi kenapa hak orang kecil yang dulu dijaga, kini malah dihapus? Teganya engkau sebagai pemimpin,” kritik Edy dengan nada getir.
YARA mendesak Pemerintah Kota Subulussalam untuk segera meninjau kembali kebijakan tersebut, memulihkan anggaran BPJS ketenagakerjaan bagi seluruh petugas kebersihan, dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang dirugikan.
Selain itu, YARA juga menuntut transparansi dalam proses penyusunan dan pemotongan anggaran, serta evaluasi menyeluruh terhadap orientasi belanja daerah yang dinilai lebih berpihak pada kelompok elite ketimbang kebutuhan dasar rakyat.
Kritik ini mencerminkan tuntutan publik yang lebih luas terhadap tata kelola pemerintahan yang adil, inklusif, dan manusiawi. Di tengah semakin kompleksnya tantangan sosial ekonomi, negara, termasuk pemerintah daerah, dituntut untuk memperkuat jaring pengaman sosial, bukan malah melemahkannya.
Pewarta : Jaulim Saran
