
RI News Portal. Bekasi — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menegaskan perlunya pendekatan selektif terkait kebijakan penghapusan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dicanangkan Gubernur Dedi Mulyadi untuk seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat, termasuk Bekasi.
Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, mengingatkan bahwa tanpa skema yang jelas, kebijakan tersebut berisiko tidak tepat sasaran. Berdasarkan data monitoring Komisi I, mayoritas tunggakan PBB-P2 di Kabupaten Bekasi justru berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, sedangkan warga biasa cenderung patuh membayar pajak meskipun hanya memiliki satu rumah.
“Kalau penghapusan tunggakan berlaku umum, PAD bisa terganggu. Penghapusan sebaiknya ditujukan bagi warga menengah ke bawah yang benar-benar membutuhkan bantuan,” tegas Jiovanno, Senin (25/8/2025) di Cikarang.

Berdasarkan evaluasi DPRD, terdapat kasus tunggakan PBB-P2 hingga ratusan juta rupiah dari satu wajib pajak. Contohnya, seorang wajib pajak di wilayah perkotaan seperti Cikarang, Tambun, dan Cibitung tercatat menunggak hingga Rp400 juta karena tidak membayar pajak bertahun-tahun. Situasi ini menunjukkan disparitas kepatuhan pajak antara warga biasa dan pemilik aset besar.
Politisi PDI Perjuangan tersebut menekankan bahwa penghapusan tunggakan memang dapat meringankan beban masyarakat, tetapi jika diberikan kepada pihak yang mampu membayar tetapi sengaja lalai, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor PBB akan berkurang signifikan. PAD dari PBB-P2 menjadi salah satu sumber penting untuk pembangunan infrastruktur lokal.
Baca juga : Tangerang Deteksi 5.000 Kasus Tuberkulosis: Pendekatan Proaktif Dinkes dalam Penanganan Penyakit Menular
Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi per akhir 2024 menunjukkan piutang PBB-P2 mencapai lebih dari Rp1 triliun, dengan sebagian besar berasal dari wajib pajak ekonomi menengah ke atas. Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pendapatan Daerah Bapenda Bekasi, Fuji Nugraha, menyebut kepatuhan warga biasa cenderung lebih tinggi dibanding kalangan menengah atas, bahkan ada tunggakan individu mencapai Rp1 miliar.
“Kebijakan penghapusan tunggakan harus ditinjau dari sisi siapa yang paling diuntungkan. Kami akan membahas ini lebih lanjut bersama pimpinan,” ujar Fuji.
Para pakar kebijakan fiskal menilai bahwa penghapusan tunggakan pajak sebaiknya disertai kriteria yang jelas, misalnya berdasarkan kemampuan ekonomi wajib pajak, agar tujuan sosial tercapai tanpa mengorbankan kapasitas keuangan pemerintah daerah. Tanpa selektivitas, kebijakan ini bisa memperlemah insentif kepatuhan pajak bagi kalangan mampu dan mengurangi PAD secara substansial.
Pewarta : Ayub Rohim
