
RI News Portal. Subulussalam, 19 Oktober 2025 – Di tengah upaya nasional memperkuat aparatur sipil negara melalui rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Pemerintah Kota Subulussalam menghadapi tantangan internal yang unik. Sebanyak 13 aparatur desa yang lulus seleksi PPPK tahun 2024 kini dihadapkan pada pilihan sulit: meninggalkan jabatan tradisional mereka di tingkat desa atau melepaskan peluang karier baru di birokrasi pusat. Kebijakan ini, yang diinstruksikan melalui surat edaran Wali Kota H. Rasyid Bancin, bukan hanya soal administrasi, melainkan cerminan konflik antara loyalitas lokal dan ambisi profesional yang lebih luas.
Data sementara yang dikumpulkan dari berbagai kecamatan menunjukkan bahwa angka tersebut bisa bertambah seiring proses pendataan yang masih berlangsung. Dari 13 individu tersebut, sebagian besar lolos di formasi guru, sementara sisanya menempati posisi teknis di ranah birokrasi, sesuai ketentuan surat keputusan yang diterima. Mereka tersebar merata di lima kecamatan yang membentuk wilayah kota ini, dengan setiap surat keterangan kelulusan diverifikasi dan ditandatangani langsung oleh kepala desa masing-masing sebelum diteruskan ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK).
Kebijakan ini lahir dari Surat Edaran Wali Kota Nomor 140/52025, yang secara tegas mewajibkan aparatur desa, termasuk kepala desa, perangkat desa, serta anggota Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), untuk mengundurkan diri jika telah diangkat sebagai PPPK. Instruksi tersebut menekankan prinsip non-rangkap jabatan, di mana PPPK diharuskan memenuhi target kinerja penuh tanpa beban tugas ganda yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Para camat ditugaskan melakukan inventarisasi mendalam, sementara kepala desa diinstruksikan memproses pemberhentian sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Langkah ini adalah komitmen kami untuk menjaga integritas birokrasi,” ujar Wali Kota H. Rasyid Bancin dalam pernyataan resminya. Ia menambahkan bahwa kebijakan tersebut bertujuan memperkuat efisiensi pemerintahan desa sambil membuka pintu bagi generasi muda untuk mengisi kekosongan jabatan. Namun, di balik nada optimis itu, para aparatur yang terdampak mulai menyuarakan keresahan. Seorang perangkat desa dari Kecamatan Jangka, yang meminta anonimitas karena proses masih berlangsung, berbagi cerita: “Saya sudah bertahun-tahun membangun kepercayaan warga di sini. Memilih PPPK berarti meninggalkan akar, tapi tetap di desa berarti melewatkan kesempatan stabilitas jangka panjang.”
Fenomena ini bukanlah kasus terisolasi di Subulussalam. Dari perspektif akademis, reformasi PPPK yang digulirkan Kementerian Dalam Negeri melalui Surat Nomor 100.3.3.5/1751/BPD merefleksikan dinamika transisi birokrasi di negara berkembang seperti Indonesia. Menurut analisis dari pakar administrasi publik Universitas Syiah Kuala, kebijakan semacam ini dapat meningkatkan profesionalisme ASN hingga 20 persen dalam lima tahun pertama, berdasarkan studi kasus di daerah otonom serupa. Namun, risikonya tak kalah signifikan: turnover tinggi di tingkat desa berpotensi melemahkan kontinuitas program pembangunan lokal, seperti pengelolaan dana desa yang bergantung pada pengalaman aparatur lama.
Baca juga : Kekecewaan Emak-Emak Wek 3: Inisiatif Rakyat Gantikan Hiburan HUT Pemko yang Hilang
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Subulussalam, Wildan Sastra, membenarkan bahwa instruksi pusat ini menjadi pendorong utama. “Kami sedang menindaklanjuti dengan teliti, memastikan transisi yang adil bagi semua pihak,” katanya. Pendataan yang masih berlangsung, menurutnya, akan selesai dalam waktu dekat, dengan potensi penambahan data dari aparatur yang baru saja menerima pengumuman kelulusan. Beberapa camat juga mengonfirmasi bahwa proses ini belum final, mengingat tenggat waktu pengusulan pemberhentian masih fleksibel hingga akhir bulan.
Bagi masyarakat Subulussalam, kota kecil di Aceh yang bergantung pada harmoni antara pemerintahan pusat dan lokal, kebijakan ini membuka diskusi lebih luas tentang keseimbangan karier publik. Apakah PPPK benar-benar jalur emas bagi aparatur desa, atau justru memaksa mereka memilih antara akar budaya dan tangga birokrasi? Saat data bertambah dan pengunduran diri diproses, jawaban atas dilema ini akan menjadi ujian bagi ketahanan institusi desa di era reformasi. Pemerintah daerah berjanji transparansi penuh, tapi bagi 13 aparatur tersebut – dan mungkin lebih – pilihan hari ini akan membentuk masa depan Subulussalam besok.
Pewarta : Jaulim Saran
