
RI News Portal. Lampung Barat, 19 September 2025 – Di tengah upaya pemerintah untuk mempercepat sertifikasi tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), muncul dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang menggerogoti integritas program ini di tingkat lokal. Seorang aktivis setempat, Dedi Ferdiansyah, mendesak Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polda Lampung cq. Polres Lampung Barat untuk segera menyelidiki kasus di Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat.
Dalam konteks akademis, PTSL bukan sekadar inisiatif administratif, melainkan instrumen kebijakan yang dirancang untuk mengurangi ketimpangan akses atas hak kepemilikan tanah di Indonesia. Program ini, yang diluncurkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), bertujuan memberikan kepastian hukum atas tanah bagi jutaan warga, khususnya kelompok ekonomi lemah, dengan proses yang serentak dan biaya minimal. Namun, dugaan pungli seperti yang disoroti di Pekon Padang Cahya menunjukkan bagaimana korupsi kecil-kecilan dapat merusak fondasi tujuan sosial program tersebut, menciptakan hambatan struktural bagi masyarakat miskin untuk memperoleh sertifikat tanah secara adil.
“Ini bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan publik yang bersih dan transparan,” ujar Dedi Ferdiansyah, aktivis Lampung Barat yang dikenal vokal dalam isu tata kelola pemerintahan desa. Menurutnya, praktik pungli dalam PTSL diduga melibatkan oknum perangkat desa dan bahkan Peratin Pekon Padang Cahya, yang tidak hanya merugikan secara finansial tapi juga melanggar prinsip hukum dasar pelayanan publik.

Dari perspektif hukum, pungli dalam program pemerintah seperti PTSL dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Praktik ini tidak hanya menghambat aksesibilitas, tapi juga memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Kasus serupa di Lampung Barat, termasuk laporan resmi ke Kejaksaan Negeri Liwa oleh Lembaga Monitoring Pembangunan dan Pemberantasan Korupsi (LMPP), menunjukkan pola berulang di mana oknum desa memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan pribadi.
Dedi menekankan bahwa PTSL seharusnya menjadi katalisator pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan. “Program PTSL bertujuan untuk mempercepat dan mempermudah proses sertifikasi tanah bagi masyarakat, terutama mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi. Namun, praktik pungli jelas menghambat tujuan tersebut,” katanya. Analisis akademis terhadap program ini mengungkap bahwa sejak diluncurkan pada 2017, PTSL telah mensertifikasi jutaan bidang tanah, tapi tantangan seperti pungli sering kali muncul di level implementasi lokal, di mana pengawasan kurang ketat.
Baca juga : Polsek Sumberlawang Gelar Sosialisasi Harga dan Prosedur Penjualan Jagung ke Perum Bulog
Desakan Dedi kepada Saber Pungli untuk bertindak cepat dan memanggil Peratin Pekon Padang Cahya mencerminkan kebutuhan akan respons institusional yang tegas. “Kita meminta satgas Saber Pungli Polda Lampung cq. Polres Lampung Barat untuk bertindak cepat dan tegas,” tambahnya. Harapannya, penindakan ini tidak hanya menyelesaikan kasus spesifik, tapi juga memperkuat transparansi pelayanan publik secara keseluruhan, sehingga masyarakat Pekon Padang Cahya dapat merasakan manfaat nyata dari program pemerintah.
Dalam era digital, kasus seperti ini juga mendapat sorotan di media sosial, di mana diskusi tentang pungli PTSL di Lampung Barat muncul dalam postingan terkini, menyoroti urgensi pengawasan komunitas. Secara akademis, fenomena ini mengilustrasikan teori principal-agent dalam governance, di mana agen (oknum desa) menyalahgunakan kepercayaan dari principal (pemerintah dan masyarakat), sehingga memerlukan mekanisme akuntabilitas yang lebih kuat.
Mari kita terus mengawal kasus ini agar transparansi dalam pelayanan publik di Pekon Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat, berjalan dengan baik. Respons cepat dari otoritas diharapkan menjadi preseden untuk reformasi lebih luas dalam implementasi PTSL di seluruh Indonesia.
Pewarta : Indra Saputra
