RI News Portal. Johannesburg, 23 November 2025 – Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa tatanan dunia pasca-2025 harus dibangun di atas prinsip kemitraan yang adil dan saling memberdayakan, bukan relasi yang bersifat mendikte atau menciptakan ketergantungan struktural baru. Pesan tersebut disampaikan dalam wawancara singkat seusai pidato pada sesi ketiga Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Johannesburg Expo Centre, Afrika Selatan, Minggu (23/11).
“Setiap negara berdaulat penuh untuk menentukan arah pembangunannya sendiri. Kerja sama internasional harus menghasilkan kesejahteraan bersama dan pemberdayaan, bukan subordinasi,” ujar Gibran, yang hadir mewakili Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan tersebut merupakan penegasan lanjut dari narasi yang telah konsisten dibawa Indonesia sejak 2021–2022, yakni penguatan suara Global South dalam arsitektur ekonomi dan tata kelola dunia. Menurut Gibran, model kerja sama yang bersifat mengatur dari atas (top-down) atau menciptakan ketergantungan teknologi, keuangan, maupun pasar “tidak boleh lagi menjadi praktik yang diterima begitu saja”.

Dalam pidato resminya pada sesi “Inclusive Economic Growth and Development Financing”, Wapres menggarisbawahi tiga isu kunci:
- Reformasi akses pembiayaan global yang masih diskriminatif, termasuk opsi penghapusan utang selektif bagi negara-negara rentan serta pengembangan instrumen pembiayaan inovatif yang tidak menambah beban utang.
- Penguatan ketahanan pangan melalui pendekatan yang memberdayakan petani lokal. Gibran menyebut Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai bukti bahwa intervensi pangan berskala besar dapat sekaligus menjadi stimulus ekonomi mikro tanpa menciptakan ketergantungan impor pangan.
- Percepatan dialog G20 mengenai tata kelola artificial intelligence dan ekonomi digital yang inklusif. Ia mencontohkan keberhasilan QRIS sebagai sistem pembayaran digital berbiaya sangat rendah yang kini digunakan lebih dari 40 juta merchant di Indonesia, dan mendorong replikasi model serupa di negara-negara berkembang lainnya.
Gibran juga tidak melewatkan isu kemanusiaan. Dalam forum yang sama, ia kembali menyerukan agar krisis di Gaza, Ukraina, Sudan, dan kawasan Sahel dijadikan prioritas utama dalam agenda tata kelola global, dengan menempatkan prinsip kemanusiaan di atas kalkulasi geopolitik.
Baca juga : Menteri PPPA: Lingkungan Belajar Bebas Perundungan Jadi Fondasi Karakter Menuju Indonesia Emas 2045
KTT G20 Johannesburg 2025 merupakan yang pertama digelar di Benua Afrika sejak forum ini berdiri tahun 1999, sekaligus menjadi penutup estafet kepemimpinan berturut-turut negara-negara Global South (India 2023, Brasil 2024, Afrika Selatan 2025). Penyelenggaraan di Afrika dipandang sebagai simbol pergeseran pusat gravitasi ekonomi dan politik global.
Di sela-sela acara, Wapres mengikuti pertemuan kelompok MIKTA (Mexico, Indonesia, Korea Selatan, Turki, Australia) serta menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, Presiden Vietnam To Lam, Presiden Angola João Lourenço, Perdana Menteri Finlandia Petteri Orpo, Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala, dan Sekjen UNCTAD Rebeca Grynspan.
“Pertemuan-pertemuan ini bukan sekadar seremonial, tetapi langkah konkret memperluas ruang kerja sama yang setara dan saling menguntungkan,” tutup Gibran sebelum meninggalkan venue.
Dengan nada yang tegas namun tetap diplomatis, kehadiran Wakil Presiden termuda dalam sejarah Republik Indonesia di panggung G20 kali ini memperlihatkan bahwa Jakarta tidak lagi hanya menjadi pengikut, melainkan salah satu penentu arah baru tatanan global yang lebih berkeadilan.
Pewarta : Anjar Bramantyo

