RI News Portal. Washington, 15 November 2025 – Pemerintahan Presiden Donald Trump pada Jumat (14/11) menerbitkan perintah eksekutif yang mencabut tarif resiprokal terhadap sejumlah komoditas pertanian impor, langkah yang dianggap sebagai respons langsung terhadap tekanan inflasi pangan yang terus membayangi ekonomi Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini menargetkan produk-produk yang diimpor dalam volume besar dan sulit diproduksi secara domestik, dengan harapan dapat meredam kenaikan harga yang telah memicu ketidakpuasan publik pasca-pemilu.
Perintah eksekutif tersebut, yang efektif berlaku sejak Kamis (13/11), mencakup pembebasan tarif untuk kopi dan teh; buah-buahan tropis beserta jusnya; kakao dan rempah-rempah; pisang; jeruk; tomat; daging sapi; serta beberapa jenis pupuk esensial. Menurut dokumen resmi Gedung Putih, bea cukai yang telah dipungut sebelum tanggal efektif akan dikembalikan kepada importir, sebuah mekanisme yang jarang diterapkan dalam kebijakan perdagangan sebelumnya.
Presiden Trump menyatakan bahwa pengecualian ini didasarkan pada “kemajuan signifikan dalam negosiasi perdagangan resiprokal, permintaan domestik yang tinggi, serta keterbatasan kapasitas produksi nasional untuk komoditas tertentu.” Dalam konferensi pers singkat di Gedung Putih, Trump menekankan bahwa langkah ini terutama menyasar makanan “non-kompetitif” seperti pisang, yang hampir seluruhnya bergantung pada impor dari Amerika Latin. “Ini tentang menurunkan harga bagi keluarga Amerika tanpa mengorbankan pekerjaan domestik,” ujarnya.

Data ekonomi terkini memperkuat urgensi kebijakan ini. Indeks Harga Konsumen (CPI) AS mencatat kenaikan tahunan sebesar 3 persen pada September 2025, naik dari 2,9 persen di bulan sebelumnya. Kenaikan paling tajam terlihat pada harga daging sapi dan veal, yang melonjak 14,7 persen year-on-year, diikuti kopi dengan peningkatan 18,9 persen. Para ekonom independen memperkirakan bahwa pencabutan tarif ini bisa memangkas biaya impor hingga 15-20 persen untuk komoditas yang terdampak, meskipun dampaknya terhadap CPI keseluruhan baru akan terlihat dalam beberapa bulan mendatang.
Kritik dari Partai Demokrat tidak lama datang. Anggota DPR Don Beyer, seorang Demokrat dari Virginia, menyebut kebijakan ini sebagai pengakuan diam-diam atas kegagalan tarif sebelumnya. “Presiden Trump akhirnya mengakui fakta yang telah kami soroti: tarif resiprokal justru membebani konsumen Amerika dengan harga lebih tinggi,” kata Beyer dalam pernyataan tertulis. Ia menambahkan bahwa langkah ini tampak sebagai upaya “rebranding” pasca-kekalahan signifikan dalam pemilu baru-baru ini, di mana inflasi menjadi isu sentral yang memicu kemarahan pemilih. Beyer saat ini sedang menggalang dukungan untuk rancangan undang-undang yang membatasi kewenangan presiden dalam menerapkan tarif unilateral, dengan argumen bahwa mekanisme semacam itu rentan disalahgunakan untuk tujuan politik.
Baca juga : Eskalasi Diplomatik Jepang-China: Imbauan Perjalanan Beijing Picu Protes Tokyo atas Isu Taiwan
Dari perspektif analisis kebijakan, pencabutan tarif ini mencerminkan pergeseran strategis dalam doktrin perdagangan Trump era kedua. Jika pada periode pertama tarif diterapkan sebagai alat tekanan negosiasi—seperti terhadap China dan Uni Eropa—kali ini prioritas bergeser ke stabilisasi domestik. Pakar ekonomi perdagangan dari Universitas Georgetown, Dr. Elena Ramirez, menilai bahwa keputusan ini didorong oleh data permintaan yang menunjukkan ketergantungan AS pada impor untuk 90 persen pasokan pisang dan lebih dari 70 persen kopi. “Ini bukan kemunduran dari prinsip ‘America First’, melainkan penyesuaian pragmatis terhadap realitas rantai pasok global,” katanya.
Implikasi jangka panjang tetap menjadi bahan perdebatan. Bagi produsen domestik daging sapi di Midwest, pembebasan tarif bisa meningkatkan persaingan dari impor Brasil dan Australia, meskipun Gedung Putih menjanjikan program subsidi transisi. Sementara itu, konsumen di kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles—di mana harga pangan menyumbang porsi besar pengeluaran rumah tangga—diharapkan merasakan penurunan harga ritel mulai akhir November.

Kebijakan ini juga berpotensi memengaruhi dinamika perdagangan bilateral. Negara-negara pengekspor utama seperti Kolombia (kopi), Ekuador (pisang), dan Indonesia (rempah-rempah) kemungkinan akan menyambut baik langkah ini, yang dapat mempercepat kesepakatan perdagangan resiprokal yang sedang dirundingkan. Namun, tanpa komitmen jangka panjang, ada risiko volatilitas jika negosiasi macet.
Secara keseluruhan, perintah eksekutif ini menandai titik balik dalam narasi ekonomi Trump: dari proteksionisme agresif menuju pendekatan yang lebih selektif. Apakah ini akan cukup untuk meredam inflasi pangan yang kronis atau sekadar plasebo politik, waktu akan menjawab—dengan pemantauan ketat dari Kongres, pasar, dan konsumen Amerika.
Pewarta : Anjar Bramantyo

