
RI News Portal. Suoh, Lampung Barat 12 Oktober 2025 – Di tengah hiruk-pikuk program kesehatan nasional yang terus bergulir di daerah terpencil seperti Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat, sebuah isu sensitif mulai menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi pelayanan publik. Dugaan skandal asmara yang melibatkan oknum Kepala Puskesmas Rawat Inap Suoh berinisial SSH dengan seorang Bidan Desa berinisial DN, kini menjadi pusat perbincangan hangat di kalangan warga setempat. Lebih dari sekadar gosip desa, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang integritas aparatur kesehatan di wilayah yang masih bergulat dengan tantangan akses layanan dasar.
Kronologi kejadian ini mencuat seperti badai mendadak, sebagaimana pertama kali dilaporkan oleh saluran lokal BrataNews TV. Menurut sumber yang dekat dengan peristiwa, istri SSH dikabarkan memergoki suaminya dalam situasi yang dianggap tidak pantas bersama DN di salah satu ruangan pribadi. Kejadian ini, yang terjadi beberapa hari lalu, langsung memicu gelombang reaksi dari komunitas Suoh—sebuah kecamatan yang dikenal dengan nilai-nilai adat yang kuat dan ketergantungan tinggi pada puskesmas sebagai satu-satunya fasilitas kesehatan rawat inap terdekat. “Kami bergantung pada puskesmas untuk segala hal, dari vaksinasi anak hingga penanganan darurat. Bagaimana bisa pemimpinnya terlibat dalam hal seperti ini?” tanya seorang warga bernama Siti, seorang ibu rumah tangga berusia 42 tahun, yang enggan disebutkan nama lengkapnya untuk alasan privasi.

Reaksi masyarakat tidak berhenti pada kemarahan semata. Beberapa tokoh adat dan perempuan di Suoh menilai bahwa perilaku DN bukanlah hal yang asing, dengan dugaan keterlibatan dalam kasus serupa sebelumnya melibatkan seorang sopir travel lokal. “Ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya, ada bisik-bisik soal hubungan DN dengan orang lain di luar nikah, tapi kali ini melibatkan pejabat kesehatan membuatnya semakin parah,” ungkap seorang anggota Forum Komunikasi Perempuan Desa (FKPD) Suoh, yang meminta anonimitas karena sensitivitas isu. Tuduhan ini, meski belum terbukti secara hukum, kian memperkuat narasi adanya pola perilaku yang merusak citra profesi bidan desa sebagai garda terdepan dalam pemberdayaan kesehatan masyarakat pedesaan.
Dalam upaya mencari kejelasan, tim redaksi Lampung RI News Portal —sebuah platform jurnalistik independen yang fokus pada isu sosial dan etika publik—berusaha menghubungi SSH melalui berbagai saluran. Pesan singkat dan panggilan telepon berulang kali dikirimkan, dengan pertanyaan langsung mengenai tudingan tersebut dan dampaknya terhadap operasional puskesmas. Sayangnya, hingga batas waktu publikasi berita ini, SSH memilih diam seribu bahasa, tidak memberikan respons apapun. Sikap ini kontras dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin fasilitas kesehatan yang seharusnya transparan, terutama di tengah program nasional seperti Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang baru saja dilaksanakan di sekolah-sekolah Suoh pekan lalu.
Belum ada pernyataan resmi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Barat atau manajemen Puskesmas Rawat Inap Suoh. Namun, sumber internal dari dinas tersebut mengindikasikan bahwa investigasi awal sedang digodok, meski detailnya dirahasiakan untuk menjaga kerahasiaan proses. Di sisi lain, warga Suoh tidak tinggal diam. Sejumlah kelompok masyarakat sipil lokal, termasuk LSM Pembinaan Rakyat Lampung, mulai menggalang petisi daring untuk mendesak klarifikasi dan pembinaan etika bagi aparatur kesehatan. “Ini bukan hanya soal pribadi, tapi soal kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan. Jika dibiarkan, bisa merembet ke penurunan partisipasi masyarakat dalam program imunisasi atau pencegahan penyakit menular,” kata Ahmad, seorang aktivis kesehatan berbasis komunitas di Pekon Tugu Ratu, yang dekat dengan lokasi puskesmas.
Baca juga : Presiden Prabowo Subianto Ganti Kepala Bapanas: Arief Prasetyo Adi Digantikan Andi Amran Sulaiman
Secara lebih luas, kasus ini mencerminkan tantangan struktural dalam manajemen sumber daya manusia di sektor kesehatan pedesaan Indonesia. Studi dari Institut Kesehatan Masyarakat Nasional (IKMN) tahun 2024 menunjukkan bahwa 28 persen kasus pelanggaran etika di fasilitas kesehatan primer berasal dari isu moral pribadi, yang sering kali terabaikan karena kurangnya mekanisme pengawasan internal. Di Lampung Barat, di mana rasio tenaga kesehatan per 1.000 penduduk masih di bawah standar nasional, skandal seperti ini berpotensi memperburuk ketidakmerataan akses layanan—terutama bagi perempuan dan anak-anak di daerah terpencil seperti Suoh.
Warga setempat kini berharap agar pihak berwenang, termasuk Inspektorat Daerah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika diperlukan, segera turun tangan. “Kami ingin keadilan, bukan hanya hukuman, tapi juga reformasi agar puskesmas kembali menjadi tempat yang aman dan terpercaya,” tegas Siti lagi, mewakili suara banyak warga yang merasa dikhianati. Hingga kini, isu ini terus bergaung di grup WhatsApp komunitas dan pasar tradisional Suoh, mengingatkan bahwa di balik tugas mulia menjaga kesehatan, ada tanggung jawab moral yang tak kalah krusial.
Pewarta : IF
