
RI News Portal. Cilegon, Banten 26 September 2026 – Kementerian Perindustrian Indonesia mencatat prestasi penting ketika PT Krakatau Baja Industri (KBI) melepas ekspor 54.000 ton produk lembaran baja putih (cold rolled coil/CRC) senilai Rp571 miliar ke Spanyol. Ekspor ini menjadi bukti nyata daya saing tinggi industri baja nasional di pasar global, didorong oleh ekspansi produksi dan meningkatnya permintaan internasional. Pada 25 September 2025
Setia Diarta, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, menyampaikan hal ini saat acara pelepasan ekspor di Cilegon. “Keberhasilan ini menunjukkan perluasan kapasitas produksi kami, didukung oleh permintaan global yang terus meningkat untuk produk baja serta keberhasilan program hilirisasi nasional yang meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri,” ujarnya.
Industri baja Indonesia kini memainkan peran penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur, industri permesinan, otomotif, galangan kapal, dan sektor energi. Menurut World Steel Association, pada 2024, Indonesia berada di peringkat ke-14 dunia dalam produksi crude steel dengan total 17 juta ton, naik 98,5% dari 8,5 juta ton pada 2019. Dengan kapasitas terpasang saat ini mencapai 21 juta ton, Indonesia menargetkan peningkatan menjadi 27 juta ton pada 2029, menunjukkan ambisi besar untuk memperkuat posisinya di pasar global.

KBI berperan besar dalam capaian ini. Sepanjang 2025, perusahaan telah mengekspor 62.000 ton CRC ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Polandia, dan Spanyol. Pengiriman ke Spanyol kali ini tidak hanya menunjukkan kemampuan produksi KBI, tetapi juga sinergi kuat dengan PT Krakatau Steel sebagai pemasok bahan baku. “Ekspor ini adalah bukti ketangguhan dan kualitas sektor manufaktur Indonesia, khususnya industri baja, dalam menembus pasar internasional,” kata Setia, mengapresiasi kontribusi KBI terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan industri baja melalui berbagai kebijakan strategis. Kebijakan tersebut meliputi penerapan langkah hukum trade remedies, pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, penyediaan harga gas bumi tertentu (HGBT), pengutamaan produk lokal dalam proyek pemerintah, insentif fiskal, dan penerapan prinsip industri hijau. “Kebijakan ini bertujuan memastikan peningkatan kapasitas dan utilisasi produksi baja nasional secara berkelanjutan, serta memastikan produk baja dalam negeri kompetitif di pasar domestik dan ekspor,” jelas Agus.
Meski menghadapi tantangan ekonomi global—seperti kebijakan proteksionisme seperti tarif Trump, ketegangan geopolitik AS-Tiongkok, serta konflik Rusia-Ukraina dan Iran-Israel—industri baja Indonesia tetap tangguh. Gangguan ini, meskipun berisiko terhadap rantai pasok global, juga membuka peluang strategis. “Keterbatasan perdagangan di antara pemain utama global menciptakan ruang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspornya,” ungkap Agus dengan optimistis.
Menteri juga menekankan pentingnya keberlanjutan dan inovasi. “Industri baja berperan krusial dalam memperkuat ekonomi nasional melalui penciptaan nilai tambah dan ekosistem hulu-hilir yang terintegrasi. Kami mendorong pelaku industri untuk terus meningkatkan kualitas produk, mengembangkan inovasi bernilai tinggi, serta menerapkan proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan,” tuturnya.
Keberhasilan ekspor ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di pasar baja global, tetapi juga menandakan masa depan cerah bagi ambisi industri nasional, yang didukung oleh kualitas, inovasi, dan visi strategis.
Pewarta : Vie
