
RI News Portal. News York 23 September 2026 — Dalam momen penting di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato tegas pada Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara. Acara yang berlangsung pada 22 September 2025 ini mengumpulkan para pemimpin dunia untuk membahas konflik Israel-Palestina, dengan Prabowo menegaskan dukungan kuat Indonesia terhadap kedaulatan Palestina sambil membuka peluang untuk rekonsiliasi.
Dalam pidatonya, Prabowo memuji negara-negara yang telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. “Yang Mulia, kami memberikan penghargaan kepada negara-negara besar dunia yang telah mengambil langkah bersejarah, seperti Prancis, Kanada, Australia, Inggris, Portugal, dan banyak negara terkemuka lainnya yang telah berada di sisi yang benar dalam sejarah,” ujarnya, menekankan pentingnya pengakuan ini dalam membangun hubungan internasional yang adil.
Pengakuan ini mencerminkan gelombang perubahan diplomatik, di mana tindakan negara-negara tersebut menunjukkan dukungan yang semakin kuat terhadap solusi dua negara sebagai fondasi perdamaian abadi. Prabowo juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Prancis dan Kerajaan Arab Saudi atas kepemimpinan mereka dalam menyelenggarakan KTT ini, yang menjadi pendorong dialog multilateral di tengah situasi geopolitik yang kompleks.

Inti dari pidato Prabowo adalah kecaman keras terhadap tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza, di mana kekerasan telah menewaskan ribuan orang, terutama perempuan dan anak-anak. “Dengan hati yang berat, kita menyaksikan tragedi yang tak tertahankan di Gaza. Ribuan orang tak berdosa telah terbunuh, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, di tengah kelaparan dan kehancuran. Bencana kemanusiaan terjadi di depan mata kita,” katanya, mendesak agar kekerasan segera dihentikan.
Pernyataan ini sejalan dengan sikap historis Indonesia yang selalu mendukung hak-hak Palestina, yang berakar pada kebijakan luar negeri non-blok dan amanat konstitusi untuk mendukung perjuangan anti-kolonialisme. Secara akademis, pernyataan ini mencerminkan kombinasi pendekatan realis dan konstruktivis dalam teori hubungan internasional, di mana pemimpin negara memanfaatkan narasi moral untuk memengaruhi norma global sambil mengejar kepentingan nasional.
Prabowo menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap solusi dua negara, menyatakan bahwa perdamaian sejati hanya dapat tercapai dengan mengakhiri siklus kebencian, ketakutan, dan kecurigaan. “Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama. Kita harus mengatasi kebencian, ketakutan, dan kecurigaan. Kita harus mencapai perdamaian yang dibutuhkan oleh keluarga umat manusia,” tegasnya, menegaskan solusi ini sebagai kunci stabilitas regional.
Baca juga : Prabowo di PBB: Solusi Dua Negara Bukan Hanya untuk Palestina, Tapi Kredibilitas Dunia
Dalam pernyataan yang mencuri perhatian, Prabowo menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengakui Israel sebagai negara—dengan syarat Israel terlebih dahulu mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Palestina. “Indonesia menyatakan akan segera mengakui Negara Israel dan mendukung segala jaminan keamanan bagi Israel begitu Israel mengakui Negara Palestina dan kemerdekaan Palestina,” katanya. Pendekatan bersyarat ini menandakan kemungkinan perubahan dalam diplomasi Indonesia, menyeimbangkan sentimen mayoritas penduduk Muslim dengan keterlibatan pragmatis dalam urusan Timur Tengah.
Lebih lanjut, Prabowo menegaskan kembali tawaran Indonesia untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Gaza pasca-konflik, sebuah usulan yang pertama kali disampaikan tahun lalu dan kini diperkuat sebagai kontribusi nyata untuk upaya internasional. Sejauh ini, Indonesia adalah satu-satunya negara yang secara terbuka berkomitmen untuk mengirimkan pasukan, sebuah langkah yang dapat mendorong negara-negara Arab yang masih ragu untuk turut berpartisipasi, meskipun Israel menyatakan keberatan terhadap beberapa syarat, seperti keterlibatan Otoritas Palestina.
Komitmen ini didukung oleh pengalaman luas Indonesia dalam misi penjaga perdamaian PBB, dengan lebih dari 3.000 personel yang telah dikerahkan secara global. Dari perspektif akademis, langkah ini mencerminkan diplomasi kekuatan menengah, di mana negara seperti Indonesia meningkatkan pengaruhnya melalui institusi multilateral alih-alih proyeksi kekuatan sepihak.
Konferensi ini dihadiri oleh 33 pemimpin delegasi yang mewakili berbagai negara dan organisasi, termasuk Uni Eropa dan Liga Arab, menunjukkan peran KTT sebagai platform untuk aksi kolektif. Prabowo didampingi oleh pejabat penting, yaitu Menteri Luar Negeri Sugiono, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, dan Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, Umar Hadi.
Di akhir pidatonya, Prabowo menyerukan, “Wujudkan perdamaian segera. Kita membutuhkan perdamaian. Terima kasih banyak.” Pidato ini tidak hanya memperkuat peran proaktif Indonesia dalam upaya perdamaian global, tetapi juga menantang komunitas internasional untuk mengubah retorika menjadi tindakan nyata. Seiring meningkatnya debat tentang kemerdekaan Palestina, intervensi Prabowo dapat menjadi tolok ukur bagaimana negara berkembang menavigasi salah satu konflik paling rumit di dunia, dengan menggabungkan prinsip moral dan strategi visioner.
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH
