
RI News Portal. Subulussalam, 26 Agustus 2025 – Saiful Hanif (SH), mantan Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Subulussalam, dieksekusi oleh tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam pada Kamis lalu setelah divonis 7 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh terkait kasus korupsi proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) serta pembayaran ganda di Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan (Distanbunkan) pada tahun anggaran 2019. Namun, Saiful Hanif mengklaim dirinya dikriminalisasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menyatakan tidak bersalah berdasarkan fakta persidangan.
Dalam pernyataannya kepada wartawan di halaman Kantor Kejari Subulussalam, Saiful Hanif mengungkapkan adanya keterlibatan enam Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga menerima aliran dana suap dari Darmawansyah alias Agam, rekanan kontraktor proyek fiktif di Distanbunkan tahun 2019. Menurut Saiful, keterlibatan para ASN tersebut tercatat dalam putusan hakim, khususnya pada halaman 112-114 surat putusan perkara Darmawansyah dan halaman 105 surat putusan dirinya. Ia menegaskan bahwa aliran dana tersebut dinikmati oleh Darmawansyah dan karyawan di Dinas Pertanian, tanpa ada bagian yang diterimanya.

“Saya tidak menikmati uang hasil korupsi seperti yang dituduhkan JPU. Saya hanya dijadikan tumbal kedholiman dari para penguasa untuk menyelamatkan pihak lain yang benar-benar terlibat,” ujar Saiful Hanif kepada media. Ia menambahkan bahwa putusan hakim tidak memerintahkan pengembalian kerugian negara darinya, yang menunjukkan bahwa ia tidak mengetahui atau terlibat dalam kasus tersebut.
Berdasarkan keterangannya, enam ASN yang diduga menerima aliran dana dari Darmawansyah adalah:
- Indra Supriadi (IS): Rp9.000.000,-
- Ferry Ardiansyah (FA): Rp33.000.000,-
- Hendrizal (H): Rp30.000.000,-
- Fitri Tanjung (FT): Rp15.000.000,-
- Rani (R): Rp15.000.000,-
- Syukri Rosab (SR): Rp6.000.000,-
Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Supardi, SH, membenarkan bahwa kedatangan Saiful Hanif ke Kejari merupakan bentuk kerja sama dengan pihak kejaksaan. “Saiful Hanif datang berdasarkan pemanggilan kami, dan eksekusi dilakukan sesuai putusan hakim,” ujar Supardi. Terkait tuduhan keterlibatan enam ASN, Supardi menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut dan memanggil para ASN tersebut untuk diperiksa.
Baca juga : Wono Asri, Objek Wisata dan Warung Kopi Khas Lereng Gunung Lawu yang Menjadi Destinasi Favorit di Wonogiri
Saiful Hanif juga menyatakan niatnya untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis yang dijatuhkan. “Saya akan menempuh PK, dan mudah-mudahan terbuka jalan untuk keadilan,” katanya. Ia berharap proses hukum lebih lanjut dapat mengungkap fakta sebenarnya dan membersihkan namanya dari tuduhan yang ia anggap tidak berdasar.
Kasus ini mencuat setelah penyelidikan Kejari Subulussalam pada 2019 yang mengungkap dugaan proyek fiktif di DPUPR senilai Rp795 juta dan bantuan hibah fiktif di BPKD senilai Rp100 juta. Dalam putusan hakim, Saiful Hanif dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, Darmawansyah divonis 8 tahun penjara dan Syukri Rosab 5 tahun penjara, masing-masing dengan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi yang melibatkan aparatur pemerintah daerah di Indonesia, sekaligus menyoroti tantangan dalam pengelolaan anggaran daerah yang transparan dan akuntabel. Pengembangan kasus ini, termasuk penyelidikan terhadap enam ASN yang disebutkan, diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut tentang praktik korupsi di Kota Subulussalam.
Pewarja : Jaulim Saran
