
RI News Portal. Ambon, 20 Agustus 2025 – Konflik horizontal yang terjadi antara warga Desa Hunuth, Kota Ambon, dan warga Negeri Hitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), pada Selasa (19/08/2025) menimbulkan kerusakan serius dan memicu reaksi politik di tingkat daerah. Peristiwa ini menyoroti persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang diduga kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah, khususnya Pemkab Malteng.
Ketua DPRD Kota Ambon, Morits Tamaela, dalam konferensi pers Rabu (20/08/2025) menegaskan bahwa Pemkab Malteng yang berada di bawah kepemimpinan Bupati Zulkarnain Awat Amir telah lalai dalam membina Kamtibmas di wilayahnya. “Apa-apa sedikit dari Malteng kejadian di Ambon. Ini sangat kami sesalkan. Kami minta Pemkab Malteng bertanggung jawab,” ujarnya tegas.
Peristiwa kekerasan yang terjadi melibatkan massa warga Hitu membawa senjata tajam dan membakar sedikitnya 17 rumah milik warga Hunuth. Insiden ini memaksa 779 jiwa atau 156 kepala keluarga mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Morits menyatakan bahwa pihaknya telah merespons cepat untuk menenangkan situasi, namun kehadiran Pemkab Malteng dinilai minim dalam upaya mediasi dan penyelesaian konflik.

Menurut Morits, akar konflik selalu bersumber dari perkelahian antar pelajar SMK Negeri 3 Waiheru, Kota Ambon. Salah satu siswa asal Negeri Hitu, A. Pelu, tewas ditikam oleh orang tak dikenal, yang kemudian memicu kemarahan warga Hitu dan tindakan pembakaran di Hunuth. “Ini informasi A1 yang dapat dipertanggungjawabkan. Sumber konflik di Hunuth selalu berawal dari perkelahian antar pelajar SMK 3 Waiheru. Hal ini harus dipikirkan secara serius agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Morits.
DPRD Ambon telah meminta Gubernur Maluku melalui Wali Kota Ambon untuk memfasilitasi pertemuan antara Pemkot Ambon dan Pemkab Malteng. Tujuannya adalah membahas langkah-langkah strategis penyelesaian konflik serta memastikan keamanan dan kenyamanan warga Hunuth. Rencana pertemuan ini diharapkan mampu menghadirkan solusi jangka panjang, tidak hanya merespons dampak fisik dari insiden, tetapi juga mencegah eskalasi konflik berbasis identitas wilayah dan pelajar.
Baca juga : Sintang Naik Predikat Kabupaten Layak Anak, Tantangan Baru dalam Mewujudkan Pembangunan Ramah Anak
Dari perspektif hukum dan keamanan, insiden ini menegaskan perlunya penguatan mekanisme pengendalian konflik antarwilayah di Maluku. Pemkab dan Pemkot perlu membangun koordinasi rutin serta program pembinaan sosial bagi pelajar dan masyarakat agar potensi pertikaian dapat dicegah sejak dini. Selain itu, pengawasan terhadap penyebaran senjata tajam dan kesiapan aparat keamanan lokal menjadi faktor krusial dalam mitigasi risiko konflik horizontal.
Konflik Hunuth-Hitu merupakan contoh nyata bagaimana persoalan lokal, yang berakar dari perkelahian remaja, dapat dengan cepat berkembang menjadi masalah keamanan lintas kabupaten. Analisis akademis menunjukkan bahwa pendekatan terpadu antara pemerintah daerah, aparat hukum, dan masyarakat sipil menjadi kunci untuk membangun Kamtibmas yang berkelanjutan dan mengurangi ketegangan antar komunitas.
Pewarta : Arba Ode
