
RI News Portal. Lampung Barat, 20 Juni 2025 — Kasus dugaan eksploitasi air tanpa izin oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Limau Kunci di Lampung Barat kini memasuki fase krusial. Pernyataan Direktur Utama PDAM Limau Kunci, Dona Soreny Moza, yang menyebut persoalan ini sebagai “masalah nasional” justru memantik reaksi keras dari kelompok masyarakat sipil, terutama Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GERMASI).
Menurut Ridwan Maulana, C.PL.CDRA, pendiri GERMASI, narasi yang dibangun Dirut PDAM terkesan mengaburkan substansi persoalan hukum yang tengah dihadapi. Ia menilai bahwa dalih PDAM sebagai “pengelola” tidak menghapus fakta bahwa air diambil dari kawasan hutan tanpa izin eksploitasi resmi sebagaimana diatur dalam regulasi sumber daya alam dan kehutanan.
“Fakta hukumnya jelas: air diambil dari kawasan hutan tanpa izin lengkap. Ini bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menyangkut potensi kerugian negara dari hilangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan dugaan penyalahgunaan kewenangan,” ujar Ridwan dalam pernyataan tertulisnya.

Kegiatan eksploitasi air dari kawasan hutan produksi ataupun kawasan konservasi wajib mendapatkan izin pemanfaatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta izin teknis dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Dalam konteks ini, PDAM sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tetap tunduk pada prinsip legalitas administratif, good governance, serta prinsip penghindaran conflict of interest yang menjadi fondasi tata kelola sektor publik.
GERMASI menyoroti pula kemungkinan pelanggaran terhadap UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang menegaskan bahwa pemanfaatan air oleh badan usaha untuk kepentingan komersial harus melalui prosedur perizinan ketat demi menjamin keberlanjutan ekosistem dan hak masyarakat adat/lokal atas air.
“Ini bukan lagi soal pelayanan publik, tetapi soal apakah negara dan badan usaha miliknya tunduk pada hukum atau justru menabraknya dengan dalih kebutuhan operasional,” tegas Ridwan.
Ridwan juga menyesalkan pernyataan Dirut PDAM yang menyebut akan “mengalihkan kemarahan konsumen ke GERMASI” jika pasokan air terganggu. Menurutnya, pernyataan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi verbal dan pembentukan opini publik yang keliru.
“Seolah-olah GERMASI yang menyebabkan air dimatikan, padahal yang menyedot air tanpa izin adalah PDAM. Ini bentuk ancaman halus yang dapat memicu konflik horizontal,” jelasnya.
Secara etika komunikasi publik, pernyataan tersebut dinilai bertentangan dengan asas akuntabilitas, transparansi, dan responsibilitas pejabat publik, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pewarta : IF

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita