
RI News Portal. Jepara, 19 September 2025 – Ratusan warga Desa Tunggul Pandean, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, masih menanti kehadiran Bupati Jepara untuk membahas rencana pembangunan Gardu Induk PLN yang kontroversial. Proyek ini, yang direncanakan di atas tanah bengkok desa, telah memicu gelombang penolakan sejak diumumkan, dengan warga menyoroti potensi bahaya lingkungan dan kesehatan. Namun, pertemuan yang semula dijadwalkan pada 18 September 2025 dibatalkan secara mendadak melalui pesan singkat dari ajudan bupati, menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan masyarakat.
Awalnya, agenda pertemuan antara Bupati Jepara dan warga disambut antusias. Warga melihat ini sebagai kesempatan langka untuk menyampaikan aspirasi langsung. Namun, harapan itu pupus ketika pesan WhatsApp dari ajudan bupati menyatakan bahwa sang bupati tidak dapat hadir karena panggilan mendadak dari kementerian terkait pembangunan di wilayah Jepara. Pembatalan ini tidak hanya menunda dialog, tetapi juga memperkuat persepsi warga bahwa suara mereka kurang diprioritaskan dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan daerah.
Pembangunan Gardu Induk PLN ini menjadi sorotan utama karena lokasinya yang berada di tengah permukiman padat penduduk. Warga menilai proyek tersebut berpotensi menimbulkan risiko multifaset, mulai dari dampak lingkungan seperti peningkatan radiasi elektromagnetik dan gangguan ekosistem lokal, hingga ancaman kesehatan seperti potensi gangguan pada sistem saraf dan peningkatan kasus penyakit kronis di kalangan anak-anak dan lansia. Selain itu, aspek keselamatan juga menjadi kekhawatiran, mengingat gardu induk bertegangan tinggi bisa memicu kecelakaan jika tidak dikelola dengan standar ketat. Dari perspektif akademis, kasus ini mencerminkan isu klasik dalam studi pembangunan berkelanjutan, di mana proyek infrastruktur nasional sering kali bertabrakan dengan prinsip partisipasi masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menekankan musyawarah sebagai fondasi demokrasi lokal.

Lebih lanjut, warga menyoroti kurangnya transparansi dalam perencanaan proyek. Tidak ada musyawarah desa yang melibatkan seluruh elemen masyarakat sebelum rencana ini ditetapkan, yang bertentangan dengan semangat good governance. “Informasi hanya datang secara sepihak dari pihak PLN, tanpa ruang bagi kami untuk bertanya atau memberikan masukan,” kata seorang warga yang enggan disebut namanya. Minimnya keterbukaan ini mengingatkan pada pola serupa dalam berbagai proyek energi di Indonesia, di mana studi kasus dari Jurnal Administrasi Publik menunjukkan bahwa ketidaklibatan masyarakat sering kali berujung pada konflik berkepanjangan dan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Salah satu perwakilan warga, yang mewakili ratusan penduduk, menyatakan kekecewaan mereka secara terbuka. “Kami ingin Bapak Bupati hadir langsung di tengah-tengah warga, mendengarkan aspirasi kami, dan memberikan kejelasan terkait proyek ini,” ungkapnya. Pernyataan ini bukan sekadar permintaan, melainkan panggilan untuk dialog inklusif yang bisa mencegah eskalasi konflik. Dalam konteks akademis, pendekatan seperti ini selaras dengan teori komunikasi deliberatif Habermas, yang menekankan pentingnya ruang publik untuk mencapai konsensus tanpa paksaan.
Baca juga : Truk Mie Instan Terguling di Tanjakan Tunggangan Wonogiri, Evakuasi Berlangsung Cepat
Warga berharap bahwa kehadiran bupati nantinya dapat menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat, PLN, dan instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jepara. Tanpa itu, keputusan yang diambil berisiko merugikan warga Desa Tunggul Pandean, termasuk potensi relokasi paksa atau degradasi kualitas hidup. Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi pembuat kebijakan untuk mengintegrasikan analisis dampak sosial-ekonomi sejak awal, sebagaimana direkomendasikan dalam kajian-kajian interdisipliner tentang energi terbarukan dan hak masyarakat adat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi resmi dari Pemkab Jepara mengenai jadwal ulang pertemuan. Sementara itu, warga tetap waspada dan siap melanjutkan aksi damai untuk memperjuangkan hak mereka. Pembangunan infrastruktur memang krusial untuk kemajuan daerah, tetapi tanpa partisipasi masyarakat, ia berpotensi menjadi beban daripada berkah.
Pewarta : Miftahkul Ma’na
