
RI News Portal. Tapanuli Selatan, 9 Agustus 2025 — Ratusan warga dari Desa Gunung Baringin dan Mosa Palang, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, menggelar aksi unjuk rasa menolak keras rencana beroperasinya kembali PT Penai Lika Sejahtera (PLS), perusahaan pengelola hasil hutan yang izinnya telah berakhir sejak 2022. Aksi ini mencerminkan ketegangan antara kepentingan korporasi dan hak masyarakat atas ruang hidup serta pendidikan anak-anak mereka.
Aksi berlangsung pada Jumat (8/8/2025) di Mosa Palang, melibatkan warga lintas usia, tokoh pemuda, dan puluhan anak sekolah dasar. Mereka membawa spanduk bertuliskan penolakan terhadap PT PLS dan menyerukan pembatalan izin operasional perusahaan. Tuntutan ditujukan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, serta Bupati Tapanuli Selatan H. Gus Irawan Pasaribu.
“Kami khawatir dengan masa depan anak-anak kami. Jika lahan kebun orang tua mereka diambil, bagaimana mereka bisa melanjutkan sekolah,” ujar salah satu orator aksi.
Aksi ini juga mendapat perhatian luas di media sosial. Akun Facebook Laia Eriaman mengunggah video partisipasi warga dan anak-anak, sementara akun Juwita Seiman menulis, “Masyarakat Mosa Palang bersatu teguh menolak PT PLS.”

Menurut warga, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT PLS telah berakhir pada 14 Februari 2022. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.12/MENLHK-II/2015 tentang IUPHHK, perusahaan yang telah habis masa izinnya wajib menghentikan seluruh aktivitas operasional dan melakukan pemulihan kawasan.
Namun, indikasi bahwa PT PLS akan kembali beroperasi memicu kekhawatiran akan pelanggaran prinsip kehati-hatian dan asas legalitas dalam pengelolaan sumber daya alam. Belum adanya transparansi dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah memperkuat keresahan warga.
Penolakan warga tidak hanya berakar pada aspek legal, tetapi juga menyentuh dimensi sosial-ekonomi. Desa Gunung Baringin dan Mosa Palang merupakan wilayah agraris yang bergantung pada kebun rakyat sebagai sumber penghidupan. Potensi pengambilalihan lahan oleh perusahaan dinilai mengancam keberlanjutan pendidikan anak-anak dan stabilitas ekonomi keluarga.
Baca juga : Rembug Bareng di Pati: Dialog Demokratis Redam Polemik Pajak dan Jam Sekolah
Aksi ini mencerminkan pola konflik agraria yang sering terjadi di wilayah konsesi hutan, di mana masyarakat lokal menghadapi ketidakpastian hukum dan minimnya perlindungan terhadap hak atas tanah. Dalam konteks ini, peran pemerintah daerah dan DPRD menjadi krusial untuk menjembatani aspirasi warga dan memastikan kepatuhan korporasi terhadap regulasi.
Hingga berita ini ditulis, Kepala Desa Gunung Baringin Iran Soleh Harahap belum memberikan keterangan resmi. Anggota DPRD Tapanuli Selatan Dapil IV dari Partai PPP, Baginda Pulungan, juga belum menyampaikan tanggapan atas protes warga.
Ketiadaan respons dari pejabat publik memperkuat kesan defisit komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, serta membuka ruang bagi eskalasi konflik jika tidak segera ditindaklanjuti dengan dialog terbuka dan audit izin perusahaan.
Aksi warga Tapanuli Selatan menolak PT PLS menjadi cerminan pentingnya transparansi dalam tata kelola sumber daya alam dan perlindungan hak masyarakat lokal. Pemerintah pusat dan daerah perlu segera melakukan verifikasi izin, membuka ruang mediasi, dan memastikan bahwa kebijakan pembangunan tidak mengorbankan masa depan generasi muda.
Pewarta : Indra Saputra
