RI News Portal. Semarang 27 Agustus 2025 – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan komitmennya untuk mengakhiri konflik Ukraina, dengan keyakinan bahwa dirinya adalah figur kunci untuk memediasi perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Utusan khusus presiden AS, Steven Witkoff, dalam wawancara dengan Fox News, menyampaikan bahwa Trump merasa memiliki tanggung jawab besar untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun ini.
“Saya pikir dia [Trump] berpandangan bahwa seolah-olah dia harus melakukan semua yang dia bisa,” ujar Witkoff, seperti dikutip oleh RIA Novosti pada Rabu, 27 Agustus 2025. Witkoff menambahkan bahwa Trump meyakini hanya dirinya yang mampu menjadi “orang yang tepat saat ini” untuk menengahi penyelesaian konflik tersebut. “Saya harus mencari cara untuk melakukan segalanya, saya dapat mempertemukan kedua belah pihak, dan—jika tidak bisa—memaksa mereka untuk bersatu,” kata Witkoff, menggambarkan tekad Trump.

Upaya diplomatik Trump dimulai dengan pertemuan penting bersama Presiden Rusia Vladimir Putin di Anchorage, Alaska, pada 15 Agustus 2025. Pertemuan ini menjadi langkah awal untuk membuka dialog tingkat tinggi. Senin berikutnya, Trump menjamu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bersama sejumlah pemimpin Eropa di Gedung Putih, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Friedrich Merz, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Finlandia Alexander Stubb, dan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte. Pertemuan ini mencerminkan upaya multilateral untuk mencari solusi damai.
Selepas pertemuan di Gedung Putih, Trump kembali menghubungi Putin untuk membahas kelanjutan proses perdamaian. Menurut ajudan presiden Rusia, Yuri Ushakov, kedua pemimpin sepakat bahwa negosiasi langsung antara delegasi Rusia dan Ukraina harus dilanjutkan dengan peningkatan jumlah perwakilan untuk mempercepat proses. “Kami melihat adanya kemauan untuk mencari solusi, dan ini adalah langkah penting,” ujar Ushakov.
Pada Selasa, 26 Agustus 2025, Witkoff menyatakan optimisme bahwa Amerika Serikat dapat mencapai penyelesaian damai sebelum akhir tahun. “Kami berharap bisa melihat terobosan signifikan dalam beberapa bulan ke depan,” katanya, menekankan urgensi waktu dalam menyelesaikan konflik yang telah menelan banyak korban dan memengaruhi stabilitas global.
Namun, upaya Trump tidak luput dari tantangan. Sejumlah analis menyatakan bahwa pendekatan Trump, yang tampaknya lebih menekankan pada negosiasi cepat, dapat memicu ketegangan dengan sekutu Eropa yang menuntut jaminan keamanan jangka panjang bagi Ukraina. Presiden Zelenskyy sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa setiap kesepakatan damai harus mencakup jaminan keamanan yang kuat untuk mencegah agresi Rusia di masa depan. Sementara itu, Rusia, di bawah Putin, tetap bersikeras bahwa Ukraina harus meninggalkan ambisi bergabung dengan NATO dan mengakui kendali Rusia atas wilayah-wilayah tertentu, seperti Krimea dan Donbas.
Meskipun demikian, inisiatif Trump mendapat dukungan dari beberapa pihak, termasuk pemerintah China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, pada 19 Agustus 2025, menyatakan bahwa Beijing mendukung segala upaya yang kondusif bagi perdamaian, menegaskan bahwa dialog dan negosiasi adalah “satu-satunya jalan keluar yang layak” dari krisis Ukraina.
Ke depan, dunia akan memantau apakah pendekatan Trump yang ambisius dapat menghasilkan terobosan diplomatik atau justru memperumit dinamika geopolitik yang sudah tegang. Dengan tenggat akhir tahun sebagai target, tekanan kini ada pada Trump untuk membuktikan bahwa visinya dapat mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan di Ukraina.
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH

