
RI News Portal. Bandarlampung, 25 Juli 2025 – Provinsi Lampung menunjukkan tren positif dalam upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, jumlah penduduk miskin per Maret 2025 tercatat sebesar 10,00 persen dari total populasi, mengalami penurunan sebesar 0,62 persen dibandingkan posisi September 2024. Secara absolut, angka ini setara dengan 887,02 ribu jiwa, atau berkurang 52,3 ribu jiwa dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
Kepala BPS Lampung, Ahmadriswan Nasution, dalam rilis resminya pada Jumat (25/7/2025), menyebutkan bahwa meskipun terjadi penurunan, proporsi terbesar penduduk miskin masih terkonsentrasi di wilayah perdesaan sebesar 74,16 persen (657,85 ribu jiwa), sedangkan wilayah perkotaan hanya mencakup 25,84 persen (229,16 ribu jiwa). Ketimpangan spasial ini mempertegas perlunya pendekatan kebijakan yang lebih inklusif bagi kawasan rural, yang kerap tertinggal dalam distribusi hasil pembangunan.
Beberapa indikator makroekonomi turut mendukung penurunan kemiskinan. Inflasi year-on-year (y-on-y) menurun dari 2,16 persen pada September 2024 menjadi 1,58 persen pada Maret 2025, menandakan kestabilan harga yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi Lampung juga mencatat capaian positif, dengan pertumbuhan sebesar 5,47 persen pada Triwulan I 2025. Sektor konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama tumbuh sebesar 5,06 persen, menandakan daya beli masyarakat yang tetap terjaga.

Khusus sektor pertanian, terjadi kenaikan harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar 0,12 persen dan peningkatan produktivitas padi sebesar 0,98 kw/ha, yang secara agregat dapat meningkatkan pendapatan petani di perdesaan.
Indikator ketenagakerjaan juga mengalami perbaikan. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 menurun sebesar 0,12 persen dibandingkan Agustus 2024. Ini mencerminkan dinamika pasar kerja yang membaik, sekaligus memperkuat kapasitas rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Garis Kemiskinan (GK) Lampung pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp 612.451 per kapita per bulan, meningkat 2,24 persen dari periode sebelumnya. Mayoritas pengeluaran penduduk miskin masih didominasi kebutuhan makanan (74,76 persen), dengan sisa 25,24 persen untuk non-makanan. Meski komposisi ini masih menunjukkan dominasi pangan, tren penurunan proporsi makanan mengindikasikan pergeseran ke arah diversifikasi konsumsi.
Baca juga : OTT Dugaan Korupsi Dana Desa di Sumsel: Peringatan Keras terhadap Tata Kelola Pemerintahan Desa
Lampung juga mengalami perbaikan dalam indikator non-monetaristik kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,744 menjadi 1,539, yang mengindikasikan bahwa pengeluaran rata-rata penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun menjadi 0,344, mencerminkan penyempitan ketimpangan di antara sesama penduduk miskin—terutama di wilayah perkotaan.
Salah satu capaian penting adalah penurunan Gini Ratio menjadi 0,292 pada Maret 2025, menandakan berkurangnya kesenjangan pengeluaran antar kelompok sosial. Penurunan ini terutama terlihat di kawasan perdesaan, yang menunjukkan bahwa hasil pembangunan mulai menyentuh lapisan bawah masyarakat. Sejak 2022, tren Gini Ratio Lampung konsisten menurun, memperkuat argumen bahwa pertumbuhan ekonomi di provinsi ini relatif inklusif.
Lebih jauh, proporsi 40 persen penduduk berpendapatan terendah mengalami peningkatan pengeluaran, baik di perkotaan (21,86%) maupun perdesaan (23,79%), sementara proporsi pengeluaran kelompok 20 persen terkaya justru menurun—suatu indikasi positif dari sisi distribusi kesejahteraan.
Meskipun data menunjukkan perbaikan yang signifikan, Lampung masih menghadapi tantangan struktural dalam mengatasi kemiskinan multidimensi. Ketimpangan wilayah, ketergantungan pada sektor primer, serta kualitas layanan dasar di pedesaan masih menjadi pekerjaan rumah besar. Program pengentasan kemiskinan ke depan perlu diarahkan pada penguatan ekonomi desa, transformasi pertanian, serta investasi di bidang pendidikan dan kesehatan.
Dengan mempertahankan stabilitas harga, memperluas akses kerja layak, dan memperkuat perlindungan sosial berbasis data mikro, Provinsi Lampung memiliki peluang nyata untuk mendorong kemiskinan ke arah satu digit secara berkelanjutan.
Pewarta : Hatami
