RI News Portal. Hong Kong, 1 Desember 2025 – Otoritas Hong Kong mengonfirmasi pada Minggu sore bahwa jumlah korban tewas dalam kebakaran kompleks perumahan Wang Fuk Court, New Territories, telah mencapai 146 jiwa. Angka ini menjadikan insiden tersebut sebagai bencana kebakaran dengan korban jiwa terbanyak di wilayah administrasi khusus tersebut sejak tahun 1954, melampaui kebakaran Shek Kip Mei yang menewaskan 53 orang.
Kepala Unit Verifikasi Korban DVI Polisi Hong Kong, Superintendent Tsang Shuk-yin, menyatakan bahwa dari 305 laporan orang hilang yang masuk sejak Rabu malam, 159 orang telah berhasil dikonfirmasi selamat melalui pencocokan data registrasi penduduk, rekaman CCTV, dan kontak langsung. Sebanyak 100 laporan lainnya dinyatakan tidak valid karena ketidaklengkapan informasi atau kesalahan identitas—banyak pelapor ternyata merujuk pada individu yang tidak berdomisili di Wang Fuk Court.
Hingga Minggu pukul 16.00 HKT, tercatat 79 korban luka-luka masih dirawat di rumah sakit, termasuk 12 anggota Dinas Pemadam Kebakaran Hong Kong yang mengalami inhalasi asap berat dan luka baka bakar. Empat puluh orang lainnya masih berstatus “belum ditemukan”, dan operasi pencarian di dalam delapan menara yang hangus terus berlangsung dengan bantuan anjing pelacak dan drone termal.

Pemerintah Hong Kong telah menetapkan masa berkabung nasional tiga hari sejak Sabtu kemarin. Bendera setengah tiang dikibarkan di seluruh gedung pemerintahan dan konsulat. Meski api telah berhasil dipadamkan sejak Jumat dini hari, suhu di beberapa zona inti bangunan masih mencapai ratusan derajat Celsius, memaksa tim SAR bekerja bertahap.
Kebakaran bermula pada Rabu (27/11) pukul 13.47 di lantai 12 Menara 3, tepatnya pada area perancah bambu yang sedang dipasang untuk pekerjaan renovasi fasad. Dalam waktu kurang dari delapan menit, api menyebar vertikal melalui lapisan plastik penutup jendela dan celah-celah panel komposit, mencapai lantai 38 hanya dalam 22 menit—kecepatan yang oleh para ahli struktur kebakaran disebut “fenomena chimney effect yang ekstrem”.
Ini merupakan kebakaran pertama dalam 17 tahun yang dinaikkan ke status No. 5 Alarm—tingkat tertinggi dalam klasifikasi Dinas Pemadam Kebakaran Hong Kong—yang menggerakkan lebih dari 450 personel dan 80 kendaraan pemadam.
Penyelidikan kriminal berjalan cepat. Pada Sabtu malam, polisi menahan tiga orang: dua direktur eksekutif dan seorang konsultan teknik senior dari Prestige Construction & Engineering Company, kontraktor utama proyek renovasi. Ketiganya diduga melakukan “gross negligence amounting to manslaughter”. Jaksa sedang mempersiapkan dakwaan pembunuhan tidak berencana massal.
Baca juga : Pembangunan RSIA Indonesia di Gaza Utara Siap Dimulai Begitu Perbatasan Dibuka
Fokus utama penyidik adalah penggunaan perancah bambu tradisional yang dilapisi jaring plastik polietilen—bahan yang diketahui memiliki laju pembakaran sangat tinggi. Selain itu, terdapat indikasi bahwa sistem sprinkler di beberapa koridor lantai atas tidak berfungsi optimal akibat pemeliharaan yang tertunda.
Wang Fuk Court yang dibangun tahun 1983 merupakan kompleks Home Ownership Scheme dengan 1.912 unit dan populasi sekitar 4.200 jiwa, mayoritas keluarga kelas menengah-bawah dan lansia. Sekitar 800 penyintas kini mengungsi di hotel dan pusat evakuasi sementara yang didirikan di sekolah-sekolah sekitar.
Kepala Eksekutif John Lee dijadwalkan mengunjungi lokasi pada Senin pagi ini, sekaligus mengumumkan pembentukan komisi independen untuk meninjau ulang regulasi keselamatan gedung tinggi berusia di atas 30 tahun—jumlahnya mencapai lebih dari 9.000 blok di seluruh Hong Kong.

Para akademisi dari Departemen Arsitektur Universitas Hong Kong menyatakan bahwa tragedi ini menjadi “wake-up call” atas praktik renovasi yang masih mengandalkan perancah bambu di tengah material modern yang mudah terbakar, serta lemahnya penegakan Mandatory Building Inspection Scheme yang diberlakukan sejak 2012.
Saat Hong Kong memasuki hari keenam pasca-tragedi, pertanyaan yang mengemuka bukan hanya “berapa lagi korban yang akan ditemukan”, melainkan “mengapa sistem yang sama yang telah berjalan puluhan tahun baru menunjukkan kerapuhan fatalnya sekarang”.
Pewarta : Setiawan Wibisono

