RI News Portal. Jatisrono, Wonogiri 31 Oktober 2025 – Pagi yang seharusnya tenang di Dusun Bolakrejo, Desa Gunungsari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, berubah menjadi duka mendalam. Indah Pratiwi, perempuan berusia 44 tahun yang akrab disapa Tiwi, ditemukan tewas tercebur ke dalam sumur sedalam 20 meter. Kejadian nahas ini menggegerkan warga setempat dan memicu respons cepat dari aparat desa hingga tim penyelamat.
Berdasarkan keterangan keluarga terdekat, sekitar pukul 05.10 WIB, korban bermaksud mengambil air wudu untuk melaksanakan salat Subuh. Sumur tersebut berada tidak jauh dari rumahnya, menjadi sumber air rutin bagi keluarga. Namun, beberapa menit kemudian, saat dicari oleh sanak saudara, hanya sepasang sandal jepit yang tergeletak di bibir sumur. Saat mengintip ke dalam, keluarga mendapati tubuh Pratiwi sudah mengapung di permukaan air, tak bernyawa.
Keluarga segera melaporkan peristiwa itu kepada ketua RT dan RW melalui tetangga terdekat, yang kemudian menyampaikannya kepada Kepala Desa Gunungsari, Sudiyono. Menanggapi laporan tersebut, Sudiyono langsung menghubungi relawan Keduang di Kecamatan Jatisrono. Kariman, koordinator relawan setempat, meneruskan informasi ke tim SAR Kabupaten Wonogiri pada pukul 05.30 WIB. Seorang petugas SAR yang enggan disebut namanya membenarkan penerimaan laporan pada waktu yang sama, menandakan koordinasi yang relatif cepat di tengah keterbatasan sumber daya pedesaan.

Proses evakuasi dimulai pukul 07.10 WIB, melibatkan tim SAR Kabupaten Wonogiri dan relawan Keduang. Hadir pula petugas TNI-Polri untuk pengamanan serta tenaga medis dari Puskesmas 1 Jatisrono guna penanganan awal. Operasi berlangsung di tengah medan sempit sumur tua yang licin, menuntut keterampilan khusus untuk menghindari risiko tambahan. Evakuasi tuntas pada pukul 09.10 WIB, di mana jenazah korban diserahkan kepada keluarga untuk proses pemakaman sesuai adat setempat.
Melalui Sudiyono, keluarga menyatakan penerimaan penuh atas musibah ini sebagai kecelakaan murni. “Keluarga menolak otopsi karena yakin ini adalah kejadian alamiah tanpa unsur pidana,” ujar Sudiyono saat ditemui di lokasi kejadian. Pernyataan ini mencerminkan sikap komunal di wilayah pedesaan Jawa Tengah, di mana kepercayaan pada takdir sering kali mendahului prosedur forensik formal, meski berpotensi menyulitkan analisis pencegahan serupa di masa depan.
Kejadian ini menyoroti kerentanan infrastruktur air tradisional di kawasan perbukitan Wonogiri. Sumur-sumur tua dengan kedalaman ekstrem kerap menjadi jebakan mematikan, terutama bagi perempuan yang rutin mengambil air pada dini hari. Data historis dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat menunjukkan puluhan insiden serupa dalam dekade terakhir, sering kali dipicu faktor seperti kurangnya pagar pengaman, pencahayaan minim, atau kondisi fisik sumur yang rapuh akibat erosi tanah. Dalam konteks ini, peristiwa Bolakrejo bukan sekadar tragedi individu, melainkan indikator kebutuhan mendesak akan modernisasi akses air bersih—seperti pompa listrik atau sumur bor berpagar—untuk mengurangi risiko di komunitas agraris yang masih bergantung pada sumber alamiah.
Pihak berwenang desa berjanji akan melakukan evaluasi sumur-sumur serupa di wilayah Gunungsari pasca-kejadian. Sementara itu, warga setempat mulai membahas inisiatif gotong royong untuk pemasangan lampu darurat dan rambu peringatan. Tragedi ini, meski menyakitkan, dapat menjadi katalisator perubahan preventif, mencegah pengulangan duka yang tak perlu di tengah masyarakat yang semakin sadar akan keselamatan sehari-hari.
Pewarta : Nandar Suyadi

