
RI News Portal. 26 Agustus 2025 — Jakarta Dalam upaya memperkuat efisiensi dan akurasi penyaluran bantuan sosial (bansos), Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana implementasi digitalisasi program bansos mulai September 2025. Pengumuman ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang menekankan potensi penghematan anggaran hingga Rp 500 triliun dan pengurangan angka kemiskinan secara signifikan. Peluncuran perdana akan dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menandai transisi dari sistem konvensional ke platform berbasis data tunggal yang lebih transparan.
Pengumuman ini muncul di tengah konferensi pers di Jakarta pada Selasa (26/8/2025), di mana Luhut menyatakan bahwa pilot project akan dimulai pada minggu ketiga September. “Nanti bulan September minggu ketiga, kita sudah melakukan pilot project di Banyuwangi. Presiden akan datang,” ujar Luhut, seraya menambahkan bahwa digitalisasi ini bertujuan memastikan bansos tepat sasaran bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Pemilihan Banyuwangi sebagai lokasi pilot bukanlah kebetulan. Kabupaten ini telah dikenal sebagai pionir inovasi digital di tingkat daerah, dengan Bupati Ipuk Fiestiandani aktif berkoordinasi bersama empat menteri—Mensos Saifullah Yusuf, Menpan RB, Menkominfo, dan Menteri Bappenas—untuk finalisasi program. Integrasi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) menjadi fondasi utama, memungkinkan verifikasi real-time dan pengurangan duplikasi penerima.
Luhut juga menyerukan sosialisasi intensif kepada stakeholder terkait. “Kita akan sosialisasikan, supaya semua yang nanti kalau dibagikan bansos tidak tepat sasaran, supaya melaporkan diri. Nanti diambil datanya lagi,” tegasnya. Pendekatan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam proses verifikasi, mengurangi potensi penyalahgunaan yang sering terjadi pada program bansos konvensional.
Dari perspektif akademis, digitalisasi bansos ini dapat dilihat sebagai aplikasi teori keadilan distributif John Rawls, di mana sumber daya dialokasikan berdasarkan kebutuhan terbesar untuk mengurangi ketimpangan. Luhut yakin inisiatif ini bisa mengurangi 34 juta orang miskin, dengan penghematan anggaran mencapai Rp 500 triliun melalui eliminasi kebocoran dan duplikasi data. Hal ini selaras dengan prioritas Presiden Prabowo, yang sejak pidato sidang tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 menekankan swasembada pangan dan kesejahteraan melalui program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa Merah Putih.
Namun, tantangan tetap ada. Secara akademis, adopsi teknologi digital di daerah pedesaan seperti Banyuwangi berpotensi memperlebar kesenjangan digital (digital divide), di mana akses internet dan literasi teknologi menjadi hambatan. Selain itu, integrasi dengan sistem seperti Payment ID yang diluncurkan Bank Indonesia pada 17 Agustus 2025—yang memantau transaksi berbasis NIK—meningkatkan kekhawatiran privasi data, meskipun tujuannya untuk deteksi aktivitas ilegal seperti judi online.
Pemerintah telah memulai implementasi Perpres Nomor 83 Tahun 2025 tentang Komite Reformasi Digital, dengan Luhut sebagai ketua. Sosialisasi menjadi kunci, termasuk pelaporan mandiri bagi penerima tidak layak, untuk memastikan inklusivitas. Secara akademis, evaluasi independen oleh lembaga seperti Badan Pusat Statistik (BPS) direkomendasikan untuk mengukur efektivitas pasca-pilot.
Inisiatif ini tidak hanya reformasi administratif, tapi juga langkah menuju masyarakat yang lebih adil dan efisien. Dengan Banyuwangi sebagai model, ekspansi nasional diharapkan mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia, khususnya zero poverty. Pantauan berkelanjutan diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi dan hak privasi warga.
Pewarta : Yudha Purnama
