
RI News Portal. Jakarta, 17 Oktober 2025 – Setelah lebih dari satu dekade terbengkalai akibat sengketa hukum dan temuan korupsi, lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras seluas 3,6 hektare di Jakarta Barat dipastikan kembali berguna bagi warga ibu kota. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menegaskan pembangunan RS kelas A di atas lahan bernilai Rp1,4 triliun itu akan dimulai pada 2026, menjanjikan peningkatan akses layanan kesehatan berkualitas tinggi di tengah kepadatan penduduk Jakarta.
Dalam pernyataan resminya di Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat (17/10), Pramono menyatakan kegembiraannya atas pengembalian aset strategis ini ke genggaman Pemprov DKI. “Mudah-mudahan tahun depan kita sudah bisa memulai pembangunan RS Sumber Waras. Ini adalah rumah sakit milik Pemprov DKI kelas A yang akan dimanfaatkan secara optimal untuk masyarakat luas,” ujarnya. Langkah ini tidak hanya menyelesaikan warisan masalah hukum sejak 2014, tetapi juga menjadi momentum koreksi tata kelola aset publik di sektor kesehatan.
Proyek ini lahir dari respons cepat terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014, yang mengungkap penyimpangan pengelolaan lahan RS Sumber Waras. Saat itu, nilai jual objek pajak (NJOP) lahan melonjak drastis, memicu penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pramono, yang baru menjabat sejak awal 2025, langsung mengambil inisiatif dengan mengunjungi KPK pada Kamis (16/10) untuk berkonsultasi. “Kami membahas tanah terbengkalai ini secara mendalam. Pemprov DKI telah memenuhi semua rekomendasi BPK, dan kini kami pastikan aset ini dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan publik,” ungkapnya.

Konsultasi tersebut menghasilkan restu KPK untuk revitalisasi, dengan penekanan pada transparansi pengadaan dan pengelolaan anggaran. Analisis awal dari Dinas Kesehatan DKI menunjukkan bahwa lahan ini berpotensi menampung hingga 1.000 tempat tidur, setara dengan RS tipe A nasional, lengkap dengan fasilitas spesialisasi seperti bedah saraf, kanker, dan jantung—layanan yang saat ini defisit di Jakarta Barat.
Untuk memaksimalkan efisiensi, Dinas Kesehatan DKI sedang mengkaji dua skenario desain yang progresif. Pertama, relokasi RS Tarakan—yang kini kekurangan ruang dengan hanya 300 tempat tidur—ke area Sumber Waras, memanfaatkan infrastruktur eksisting untuk percepatan operasional. Kedua, pembangunan RS baru secara mandiri dengan konsep green hospital, mengintegrasikan teknologi ramah lingkungan seperti panel surya dan sistem daur ulang air, sesuai standar WHO untuk kota berkelanjutan.
” Kedua opsi sudah saya perintahkan untuk dikaji mendalam, termasuk analisis biaya-manfaat dan dampak sosial,” kata Pramono. Pembangunan akan dilakukan bertahap di area eksisting tanpa mengganggu operasional RS Sumber Waras yang masih berjalan parsial. Yang terpenting, proyek ini tidak akan tumpang tindih dengan RS tipe A Cakung di Jakarta Timur, yang sudah mencapai 40% progres fisik. Target eksekusi 2026 memastikan sinkronisasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029, dengan alokasi anggaran awal Rp500 miliar dari APBD DKI.
Baca juga : Langkah Maju Pelindungan PMI: KP2MI dan Kemlu Integrasikan Data untuk Layanan Lebih Cepat dan Aman
Revitalisasi ini selaras dengan studi terbaru dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (2024), yang mengungkap ketimpangan akses kesehatan di Jakarta Barat: rasio dokter per 1.000 penduduk hanya 0,8, jauh di bawah standar WHO 2,5. Peneliti senior UI, Dr. Rina Susanti, menilai proyek ini sebagai “model intervensi berbasis evidence” yang bisa direplikasi di kota-kota besar. “Dengan kelas A, RS Sumber Waras berpotensi mengurangi beban RSCM hingga 25%, sambil menciptakan 2.000 lapangan kerja baru,” katanya dalam wawancara eksklusif.
Selain itu, jurnal Health Policy and Planning (edisi September 2025) memuji pendekatan Pramono sebagai contoh good governance pasca-korupsi, di mana konsultasi KPK menjadi prasyarat wajib. Ini kontras dengan kasus serupa di kota lain, di mana aset terbengkalai justru merugikan negara hingga Rp2 triliun per tahun.
Meski optimis, Pramono mengakui tantangan seperti inflasi material bangunan dan koordinasi lintas dinas. “Kami akan libatkan akademisi dan masyarakat sipil untuk pengawasan independen,” janjinya. Masyarakat Jakarta Barat, yang 70% bergantung pada layanan publik menurut survei BPS 2025, menyambut gembira. “Akhirnya, anak-anak kami tak perlu antre berjam-jam di RSUP,” ujar Ibu Sari, warga Glodok.
Dengan demikian, RS Sumber Waras bukan sekadar bangunan, melainkan simbol pemulihan kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Target 2026 akan menjadi tonggak baru era kesehatan inklusif di Jakarta—bukti bahwa masa lalu korupsi bisa ditaklukkan demi masa depan yang lebih sehat.
Pewarta : Yogi Hilmawan
