
RI News Portal. Meulaboh, Aceh Barat – Dalam konteks meningkatnya insiden kebakaran rumah tangga di wilayah pedesaan Aceh, peristiwa kebakaran yang menimpa sebuah rumah di Lorong Bahagia, Gampong Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan, pada Senin, 18 Agustus 2025, menjadi contoh nyata tantangan pencegahan bencana di tingkat lokal. Berbeda dengan laporan media konvensional yang sering kali menekankan aspek dramatis kerugian materi, analisis ini menyoroti dimensi respons pemerintahan, implikasi sosial-ekonomi, serta strategi mitigasi jangka panjang berdasarkan data empirik dari otoritas setempat.
Kronologi kejadian dimulai sekitar pukul 03.10 WIB, ketika api diduga muncul dari garasi mobil milik pemilik rumah, M. Yani Efendi, seorang warga berusia 55 tahun. Api dengan cepat menyebar, menghanguskan seluruh struktur rumah beserta satu unit mobil dan lima unit sepeda motor. Menurut Teuku Ronald Nehdiansyah, SP., M.I.L., Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat, pemilik rumah terbangun berkat teriakan warga sekitar, memungkinkan evakuasi cepat bagi satu kepala keluarga beserta empat anggota rumah tangga lainnya. Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan, meskipun kerugian materi ditaksir mencapai Rp1 miliar, mencakup aset rumah tangga dan kendaraan.
Respons darurat menunjukkan koordinasi yang efisien namun terbatas oleh faktor waktu. Warga melaporkan insiden ke markas pemadam kebakaran pukul 03.25 WIB, dengan tim pemadam tiba di lokasi sepuluh menit kemudian menggunakan tiga unit armada. Meskipun api sudah membesar saat kedatangan, petugas berhasil memadamkannya dalam waktu sekitar 30 menit. Analisis ini menekankan bahwa keterlambatan respons semacam ini sering kali dipengaruhi oleh infrastruktur jalan di kawasan pedesaan Aceh Barat, yang masih menjadi tantangan struktural dalam penanganan bencana.

Pada hari yang sama, Bupati Aceh Barat, Tarmizi, SP, MM, secara langsung menyerahkan bantuan masa panik kepada korban, menandai komitmen pemerintah daerah dalam fase pemulihan awal. Bantuan ini bersumber dari BPBD dan Dinas Sosial Aceh Barat, mencakup kebutuhan dasar seperti logistik makanan, perlengkapan rumah tangga, dan material bangunan. Rincian bantuan dari BPBD meliputi:
Kategori | Item | Jumlah |
---|---|---|
Tidur | Selimut, tikar, kasur lipat | 4 selimut, 4 tikar, 2 kasur |
Pakaian | Pakaian stel, hygiene kit | 4 stel, 5 kit |
Makanan | Beras | 5 sak |
Sementara itu, Dinas Sosial menyediakan paket yang lebih komprehensif, termasuk:
Kategori | Item | Jumlah |
---|---|---|
Pakaian dan Kain | Mukena, jilbab, kain sarung, kain panjang, pakaian dalam, daster, kaos oblong | 6 mukena, 9 jilbab, 4 sarung, 4 kain panjang, 48 pakaian dalam, 3 daster, 4 kaos |
Perlengkapan Ibadah | Sajadah | 4 |
Makanan dan Minuman | Kecap, minyak goreng, roti, makanan anak | 12 kecap, 2 liter minyak, 12 roti, 4 makanan anak |
Rumah Tangga | Handuk, kasur, tempat nasi, dandang, rantang, sendok nasi, teko | 4 handuk, 2 kasur, 2 tempat nasi, 2 dandang, 2 rantang, 4 sendok, 2 teko |
Material Bangunan | Terpal, seng, triplek, paku seng, paku triplek | 1 terpal, 5 lembar seng, 5 lembar triplek, 2 kotak paku seng, 2 kotak paku triplek |
Lainnya | Paket sandang, family kids, tikar | 7 paket sandang, 2 family kids, 4 tikar |
Pendekatan bantuan ini tidak hanya bersifat paliatif tetapi juga mendukung rekonstruksi, mencerminkan model respons bencana yang integratif di tingkat kabupaten.
Dari perspektif akademis, insiden ini menggarisbawahi pola penyebab kebakaran domestik di Aceh Barat. Teuku Ronald Nehdiansyah menyatakan bahwa dari sepuluh kasus terakhir, sembilan di antaranya disebabkan oleh korsleting listrik, sementara hanya satu berasal dari dapur gas. Hal ini selaras dengan tren nasional di Indonesia, di mana instalasi listrik yang tidak standar menjadi faktor dominan dalam kebakaran permukiman, terutama di daerah dengan akses listrik yang belum merata. Imbauan untuk meningkatkan kesadaran terhadap pemeliharaan instalasi listrik dan sumber api menjadi krusial, mengingat kerugian ekonomi yang signifikan dan potensi dampak psikososial pada korban, seperti hilangnya tempat tinggal dan aset produktif.
Secara lebih luas, kasus di Gampong Seuneubok ini menyoroti perlunya pendekatan preventif berbasis komunitas, seperti program edukasi rutin oleh BPBD dan integrasi teknologi pemantauan kebakaran di tingkat desa. Dibandingkan dengan insiden serupa di wilayah lain Aceh, seperti kebakaran lahan di Arongan Lambalek pada awal tahun, respons di sini menunjukkan kemajuan dalam koordinasi lintas instansi, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan dalam infrastruktur darurat. Pemerintah daerah diharapkan dapat memanfaatkan data ini untuk menyusun kebijakan mitigasi yang lebih holistik, guna mengurangi frekuensi dan dampak bencana serupa di masa depan.
Pewarta : Jaulim Saran
