
RI News Portal. Jakarta, 10 Juni 2025 — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, menyerukan perhatian serius negara terhadap nasib para mantan atlet daerah (purna atlet), dengan menekankan pentingnya program pelatihan kerja dan pengembangan karier pasca-masa bertanding. Dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Senin (9/6/2025), Ibas—sapaan akrabnya—menyuarakan keresahan yang dialami oleh para mantan atlet yang kerap luput dari perhatian setelah masa kejayaan mereka usai.
“Saya mendengar langsung kegelisahan rekan-rekan atlet. Mereka punya semangat juang tinggi, tapi setelah tak lagi bertanding, mereka merasa seolah terabaikan. Pemerintah tidak boleh tinggal diam. Anak muda berprestasi tidak boleh dibiarkan menganggur,” ujar Ibas.
Pernyataan ini mengandung muatan penting dalam konteks kebijakan publik dan etika politik negara. Para purna atlet merupakan representasi pemuda-pemudi yang telah membela nama daerah dan bangsa melalui kompetisi olahraga, namun sering kali tidak memiliki jaminan sosial-ekonomi yang layak setelah pensiun dini dari dunia olahraga. Situasi ini menimbulkan dilema struktural, di mana prestasi tidak otomatis menjamin keberlanjutan karier dan kesejahteraan.

Lebih lanjut, Ibas menekankan pentingnya pembentukan karakter, integritas, serta nasionalisme di tengah tekanan globalisasi dan modernitas. Ia mengajak generasi muda untuk menjadi pribadi yang bukan hanya unggul dalam keahlian, tetapi juga memiliki rasa empati, rendah hati, dan cinta tanah air.
“Apresiasi yang tinggi saya sampaikan kepada kalian. Ini bukan hanya bentuk terima kasih, tetapi juga dorongan agar kalian terus menembus batas dan meraih masa depan yang lebih baik,” ungkapnya.
Menurutnya, pembangunan karakter pemuda tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab negara untuk memberikan ruang tumbuh dan peluang berkembang. Ia mengkritisi kecenderungan sistem yang terlalu fokus pada hasil jangka pendek—kemenangan di panggung olahraga—tanpa kesiapan sistemik untuk mendampingi para atlet setelah kariernya usai.
“Menang itu bukan akhir, tapi awal dari perjuangan yang lebih besar. Sementara kalah pun bukan akhir segalanya, tapi pelajaran untuk memperkuat diri,” tambah Ibas, seraya menekankan bahwa pembinaan pasca-prestasi harus menjadi bagian integral dari sistem keolahragaan nasional.
Pernyataan Ibas ini membuka ruang diskursus tentang etika perlindungan negara terhadap warga negara yang berjasa. Ia tidak hanya menyoroti aspek teknis pelatihan kerja, tetapi juga menyentuh dimensi moral dan sosial dari keadilan distribusi perhatian publik. Dalam kerangka akademik, isu ini dapat dikaji dari perspektif kebijakan sosial, keolahragaan, hingga filsafat politik tentang pengakuan dan redistribusi.
Maka dari itu, dibutuhkan regulasi afirmatif serta kebijakan jangka panjang dari pemerintah pusat dan daerah yang menjamin keberlanjutan hidup para purna atlet. Tidak semata-mata berupa bantuan finansial, tetapi juga pembukaan akses pendidikan, pelatihan, dan skema reintegrasi sosial yang berkeadilan.
Dengan demikian, suara Ibas bukan sekadar retorika politis, melainkan panggilan untuk mengisi kekosongan sistemik dalam perlindungan terhadap kelompok berprestasi yang rentan terpinggirkan.
Pewarta : Yudha Purnama

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita