
RI News Portal. Jakarta, 1 Oktober 2025 – Dalam sebuah momen yang sarat makna historis, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk pertama kalinya bertindak sebagai Inspektur Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Upacara yang berlangsung khidmat ini dipusatkan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada Rabu pagi, menandai komitmen kepemimpinan baru terhadap fondasi ideologi negara.
Presiden Prabowo tiba di lokasi tepat pukul 07.59 WIB, didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Menggunakan kacamata hitam dan peci hitam yang menjadi ciri khasnya, Prabowo berdiri tegak di podium, memimpin jalannya upacara yang dimulai sekitar pukul 08.00 WIB. Penampilan ini tidak hanya mencerminkan kesederhanaan, tetapi juga simbol ketegasan dalam mempertahankan nilai-nilai Pancasila di era pasca-reformasi.
Upacara diawali dengan mengheningkan cipta, sebuah ritual yang mendalam untuk menghormati para pahlawan revolusi. Presiden Prabowo memimpin doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengajak seluruh peserta dan tamu undangan untuk mengenang jasa-jasa pendahulu bangsa yang gugur demi kedaulatan, kehormatan, dan kemerdekaan Indonesia. “Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan revolusi dan para pendahulu kita yang telah berkorban untuk kedaulatan, kehormatan. Kemerdekaan bangsa Indonesia dan untuk mempertahankan Pancasila. Mengheningkan cipta, mulai,” ujar Prabowo dengan suara tegas, menekankan esensi Pancasila sebagai benteng pertahanan nasional.

Momen ini mengingatkan pada narasi sejarah Indonesia pasca-1965, di mana Hari Kesaktian Pancasila dirayakan sebagai pengingat atas upaya penggantian ideologi negara oleh kekuatan subversif. Berbeda dari peringatan sebelumnya, upacara tahun ini menyoroti peran kepemimpinan Prabowo-Gibran yang baru, yang sering dikaitkan dengan visi pembangunan berkelanjutan dan penguatan identitas nasional. Para ahli sejarah menilai, ritual semacam ini bukan sekadar seremonial, melainkan alat untuk memperkuat kohesi sosial di tengah tantangan global seperti polarisasi ideologis dan pengaruh asing.
Prosesi dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pancasila oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani, yang menyuarakan lima sila dasar negara dengan penuh penghayatan. Selanjutnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yorrys Raweyai membacakan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menggarisbawahi fondasi konstitusional bangsa. Puncaknya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani membacakan sekaligus menandatangani naskah ikrar, sebuah deklarasi kolektif yang mengingatkan pada peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia.
Dalam ikrar tersebut, Puan menyatakan: “Ikrar. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami yang melakukan upacara ini menyadari sepenuhnya bahwa sejak diproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada kenyataannya telah banyak terjadi rongrongan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa rongrongan tersebut dimungkinkan oleh karena kelengahan, kekuranganwaspadaan bangsa Indonesia terhadap kegiatan yang berupaya untuk menumbangkan Pancasila sebagai ideologi negara. Bahwa dengan semangat kebersamaan yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur ideologi Pancasila bangsa Indonesia tetap dapat memperkokoh tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Ia melanjutkan: “Maka, di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila kami membulatkan tekad untuk tetap mempertahankan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber kekuatan, menggalang kebersamaan untuk memperjuangkan, menegakkan kebenaran dan keadilan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pewarta : Albertus Parikesit
