
RI News Portal. Wonogiri – Pada Kamis, 14 Agustus 2025, terjadi peristiwa tragis di Desa Karanglor, Kecamatan Manyaran, Wonogiri, dengan ditemukannya jasad SR, seorang perempuan berusia 65 tahun, dalam kondisi mengenaskan di rumahnya. Dugaan awal mengarah pada tindak pidana pembunuhan, dengan anak kedua korban, DU, sebagai terduga pelaku. Artikel ini menganalisis pendekatan penegakan hukum yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Wonogiri, termasuk prosedur scientific crime investigation (SCI) dan pemeriksaan kejiwaan terhadap DU di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Solo. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan prinsip ilmiah dalam penegakan hukum serta implikasi pemeriksaan kejiwaan dalam menentukan status hukum terduga pelaku.
Kasus kematian SR di Wonogiri menarik perhatian karena kompleksitasnya, baik dari sisi penegakan hukum maupun aspek psikologis terduga pelaku. Penemuan jasad SR dengan luka bacok di kepala dan tubuh menunjukkan indikasi tindak kekerasan yang disengaja. DU, yang ditemukan polisi dalam kondisi sulit berkomunikasi, kini menjalani observasi kejiwaan untuk memastikan kapasitas mentalnya. Penelitian ini mengkaji prosedur investigasi yang dilakukan kepolisian serta relevansi pemeriksaan kejiwaan dalam kerangka hukum pidana.

Satreskrim Polres Wonogiri menerapkan pendekatan scientific crime investigation (SCI) dalam menangani kasus ini. Pendekatan ini mencakup pengumpulan barang bukti seperti pakaian terduga pelaku yang bernoda darah, parang yang diduga digunakan sebagai alat kejahatan, dan sampel rambut. Autopsi jasad SR di RSUD Dr. Moewardi Solo juga dilakukan untuk memastikan penyebab kematian. Barang bukti tersebut selanjutnya diuji di laboratorium forensik Polda Jawa Tengah untuk memastikan keakuratan temuan. Kapolres Wonogiri, AKBP Wahyu Sulistyo, menegaskan bahwa penetapan status tersangka akan dilakukan setelah hasil pemeriksaan kejiwaan DU tersedia, menunjukkan kehati-hatian dalam proses hukum.
DU, yang saat ini berstatus saksi, menjalani observasi di RSJD Solo untuk mengevaluasi kondisi kejiwaannya. Menurut Kasi Humas Polres Wonogiri, AKP Anom Prabowo, DU menunjukkan kesulitan dalam berkomunikasi selama pemeriksaan awal, yang memicu dugaan adanya gangguan kejiwaan. Pemeriksaan kejiwaan ini menjadi elemen krusial dalam menentukan apakah DU memiliki kapasitas mental untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Dalam konteks hukum pidana, evaluasi kejiwaan dapat memengaruhi penetapan status tersangka, potensi keringanan hukuman, atau bahkan penempatan di fasilitas rehabilitasi jiwa jika terbukti mengalami gangguan mental berat.
Baca juga : Menanti Pelantikan Sekretaris Daerah Sanggau: Proses Administrasi Capai Tahap Akhir
Pendekatan SCI yang diterapkan kepolisian mencerminkan komitmen terhadap prinsip ilmiah dalam penegakan hukum. Penggunaan autopsi dan uji forensik menunjukkan upaya untuk menghindari kesimpulan prematur. Namun, tantangan utama terletak pada pemeriksaan kejiwaan DU, yang dapat memengaruhi jalannya proses hukum. Jika DU terbukti mengalami gangguan jiwa, hal ini dapat mengubah pendekatan penegakan hukum, termasuk kemungkinan penerapan Pasal 44 KUHP yang mengatur ketidakmampuan bertanggung jawab secara pidana akibat gangguan jiwa. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum dan tenaga ahli psikologi dalam menangani kasus dengan dimensi kejiwaan.
Kasus dugaan pembunuhan SR di Wonogiri menunjukkan kompleksitas dalam penegakan hukum yang melibatkan aspek forensik dan kejiwaan. Pendekatan SCI yang diterapkan Polres Wonogiri mencerminkan profesionalisme dalam pengumpulan bukti, sementara pemeriksaan kejiwaan DU menegaskan pentingnya mempertimbangkan faktor psikologis dalam proses hukum. Hasil observasi kejiwaan akan menjadi penentu krusial dalam menentukan langkah hukum selanjutnya, baik dalam menetapkan status tersangka maupun memastikan keadilan bagi korban dan terduga pelaku.
Pewarta : Nandar Suyadi
