
RI News Portal. Jakarta, 19 Juli 2025 – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menegaskan komitmen pemerintah untuk melanjutkan program penghapusan piutang macet bagi pelaku UMKM yang selama ini terjebak kredit bermasalah. Program yang diluncurkan sejak November 2024 ini telah berhasil menghapuskan piutang macet bagi 67.000 UMKM, namun masih menyisakan sekitar 900.000 pelaku usaha dengan piutang macet yang belum terselesaikan.
“Dari hasil data yang dikeluarkan oleh Himbara, yang bisa diputihkan, dihapustagihkan semuanya itu ada kurang lebih satu juta UMKM. Ini mereka-mereka, UMKM yang sudah dihapus buku lebih dari 10 tahun yang lalu,” ungkap Maman pada Sabtu (19/7/2025).
Total nilai piutang yang ditargetkan untuk dihapuskan mencapai sekitar Rp15 triliun. Menurut Maman, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat daya tahan UMKM sekaligus menstimulasi pemulihan ekonomi pascapandemi dan perlambatan ekonomi global.

Program ini sebelumnya berjalan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024, yang hanya berlaku selama enam bulan. Akibat masa berlakunya habis, implementasi program sementara terhenti.
“Karena PP-nya berlaku hanya enam bulan, makanya kita stop dulu di situ,” jelas Maman.
Seiring dengan revisi Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kebijakan penghapusan piutang ini perlu menyesuaikan aturan baru. Pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Menteri BUMN sebagai turunan kebijakan, yang akan mendapatkan persetujuan dari Danantara, lembaga pengelola aset BUMN.
“Ini yang lagi kita tempuh ke sana,” tambahnya.
Baca juga : Skandal BBM Subsidi Sragen: Truk Ilegal Hisap Hak Rakyat, Pemerintah Hanya Diam?
Saat ini, koordinasi intensif sedang dilakukan antara Kementerian BUMN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Danantara untuk harmonisasi regulasi agar program bisa kembali dilanjutkan secara efektif.
Menurut para pakar ekonomi, kebijakan penghapusan piutang macet ini merupakan langkah strategis, namun harus diimbangi dengan evaluasi tata kelola kredit UMKM agar tidak menciptakan moral hazard. Dr. Rini Hapsari, pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, menyatakan:
“Penghapusan piutang dapat memberikan ruang likuiditas bagi UMKM, tetapi perlu disertai skema pendampingan bisnis dan tata kelola risiko kredit agar UMKM tidak kembali jatuh pada pola kredit bermasalah.”
Di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan konsekuensi fiskal, terutama bagi pemerintah dan BUMN penyalur kredit. Hilangnya potensi penerimaan dari piutang macet perlu diimbangi dengan strategi pemberdayaan UMKM agar mereka lebih produktif dan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Pemerintah berharap, dengan harmonisasi regulasi baru, target penghapusan piutang macet untuk satu juta UMKM dapat tercapai sebelum akhir 2025. Program ini diharapkan menjadi stimulus pemulihan ekonomi di sektor riil, terutama mengingat UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Langkah Maman Abdurrahman dinilai sebagai upaya sinergis antara kebijakan fiskal, regulasi BUMN, dan program pemberdayaan UMKM. Namun, keberhasilan kebijakan ini akan sangat ditentukan oleh kecepatan harmonisasi regulasi serta transparansi pelaksanaan di lapangan.
Pewarta : Setiawan S.TH
