
RI News Portal. Semarang, 18 September 2025 – Di tengah upaya pemerintah kota Semarang untuk memperkuat partisipasi masyarakat di tingkat lingkungan, Inspektorat Kota Semarang meluncurkan operasi pengawasan ketat terhadap penggunaan dana operasional Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) tahun 2025. Program ini, yang digadang-gadang sebagai stimulus kegiatan sosial kemasyarakatan, kini menjadi fokus utama untuk mencegah potensi penyalahgunaan yang bisa merugikan kepentingan warga langsung.
Menurut surat resmi bernomor B/239/700/IX/2025 yang ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Inspektur Dr. Sumardi, S.E., M.Si., tim monitoring dan evaluasi (Monev) telah diterjunkan sejak 15 September hingga 30 September 2025. Operasi ini difokuskan pada tiga kecamatan prioritas: Tembalang, Semarang Timur, dan Semarang Utara. Pendekatan ini mencerminkan strategi selektif untuk menguji efektivitas pengawasan di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan dinamika sosial yang kompleks.
Tim Monev terdiri dari 12 petugas dengan peran strategis, mulai dari penanggung jawab keseluruhan, pengendali teknis, hingga auditor lapangan yang bertugas langsung di lapangan. Mereka diinstruksikan untuk memverifikasi kepatuhan terhadap regulasi utama, yaitu Peraturan Wali Kota (Perwal) Semarang Nomor 32 Tahun 2025 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Operasional RT dan RW, serta Keputusan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3A) Nomor B/1350/400.10.2/VII/2025. “Pengawasan ini bukan sekadar rutinitas administratif, melainkan upaya proaktif untuk menjaga integritas dana publik yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat,” demikian bunyi arahan dalam surat tersebut.

Program dana operasional RT/RW ini merupakan inisiatif unggulan Wali Kota Agustina Wilujeng dan Wakil Wali Kota Iswar Aminuddin, yang dirancang untuk mendorong aktivitas lingkungan seperti gotong royong, pengelolaan sampah, atau kegiatan sosial lainnya. Secara teknis, penerima bantuan—yakni ketua RT dan RW—wajib menyusun laporan pertanggungjawaban bulanan. Laporan ini mencakup bukti pengeluaran anggaran, dokumentasi kegiatan atau pembelian barang, serta data pendukung Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Belanja Barang dan SPJ Belanja Jasa. Proses pelaporan dimulai dari pertemuan internal RT/RW, kemudian diserahkan kepada camat melalui lurah setempat, membentuk rantai akuntabilitas berjenjang.
Meski demikian, pengawasan oleh Inspektorat bukan tanpa tantangan historis. Dari perspektif akademis, studi-studi tentang tata kelola dana desentralisasi di Indonesia sering menyoroti kelemahan dalam implementasi, di mana laporan evaluasi cenderung berakhir sebagai arsip pasif tanpa tindak lanjut hukum yang konkret. Di tingkat RT/RW, dana operasional kerap menjadi sasaran praktik tidak sehat, seperti mark-up harga kebutuhan atau pengalihan untuk kepentingan pribadi oleh segelintir elit lokal. Fenomena ini, yang disebut sebagai “bancakan elit kecil” dalam literatur korupsi mikro, memperburuk ketidakpercayaan publik terhadap mekanisme bantuan pemerintah.
Seorang aktivis pegiat anti-korupsi di Semarang, yang enggan disebut namanya, menyuarakan kekhawatiran serupa. “Harapannya, Inspektorat bekerja dengan tegas, menunjukkan keberanian dalam membongkar penyimpangan apa pun yang ada. Kalau hanya bergerak untuk formalitas saja, mencatat lalu membuat laporan normatif, masyarakat tidak akan merasakan manfaatnya,” ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan tim redaksi kami.
Dalam konteks lebih luas, operasi ini bisa menjadi model pengawasan berbasis risiko untuk kota-kota lain di Indonesia. Dengan mengintegrasikan elemen audit lapangan dan verifikasi dokumen, Inspektorat Semarang berpotensi mengurangi celah korupsi, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan dana publik. Namun, keberhasilan akhir bergantung pada komitmen tindak lanjut, seperti rekomendasi sanksi atau perbaikan sistem, yang sering kali menjadi titik lemah dalam birokrasi lokal.
Pemkot Semarang diharapkan terus membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil untuk memastikan transparansi. Sebagai langkah awal, warga di tiga kecamatan tersebut diimbau untuk melaporkan indikasi penyimpangan melalui saluran resmi Inspektorat, guna memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan komunitas.
Pewarta : Sriyanto
