RI News Portal. Pati, 31 Oktober 2025 – Dalam upaya menjaga stabilitas keamanan di tengah tensi politik yang memanas, Polresta Pati menerapkan protokol pengamanan intensif menjelang sidang paripurna hak angket DPRD Kabupaten Pati pada Jumat pagi ini. Penguatan ini mencakup penempatan personel gabungan di lokasi-lokasi kritis, seperti gedung legislatif, kantor eksekutif bupati, dan pusat keramaian kota, sejak pukul 07.00 WIB.
Analisis keamanan yang dilakukan aparat kepolisian menunjukkan bahwa sidang ini berpotensi menjadi katalisator konflik sosial, mengingat isu yang dibahas berkaitan dengan proses paripurna bupati yang menuai kontroversi. Apel pasukan pagi hari menjadi manifestasi kesiapan operasional, sekaligus mekanisme pengendalian massa yang diperkirakan akan hadir untuk menyuarakan aspirasi. Aliansi Masyarakat Peduli Pati (AMPB), sebagai entitas sipil yang aktif, telah menyampaikan komitmen tertulis untuk mengerahkan pendukung di perimeter sidang, meskipun dengan penekanan pada aksi damai.
Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, menguraikan strategi pengamanan yang bersifat multilayer. “Rangkaian protokol telah dirancang secara terstruktur, mulai dari sterilisasi lingkungan rapat paripurna hingga regulasi alur massa, guna meminimalkan risiko eskalasi,” ungkapnya. Sterilisasi mencakup pemeriksaan menyeluruh terhadap ruang sidang dan area administratif pusat pemerintahan, yang bertujuan mencegah infiltrasi elemen disruptif.

Langkah preventif lebih lanjut terlihat pada penutupan akses sementara ke kawasan alun-alun kota serta penerapan penyekatan lalu lintas. “Pelajaran dari insiden 13 Agustus 2025, di mana kerumunan massa menjadi vulnerabel terhadap provokasi, mendorong kami untuk mengadopsi pendekatan segmentasi ruang publik,” jelas Kombes Jaka. Meski kelompok pendukung bupati menyatakan pembatalan mobilisasi, status siaga tetap ditingkatkan untuk mengantisipasi skenario kontingensi, termasuk potensi kemunculan aktor tak terduga.
Kolaborasi antarinstansi menjadi pilar utama dalam operasi ini. Dukungan dari Dinas Perhubungan untuk rekayasa lalu lintas, Dinas Kesehatan untuk respons medis darurat, serta Satpol PP dan elemen pemerintahan daerah lainnya, mencerminkan pendekatan holistik dalam manajemen risiko. Jalur alternatif telah dipetakan untuk memastikan kelancaran mobilitas masyarakat, sementara pengawasan diperketat di objek vital seperti institusi pemerintahan dan sektor keuangan sekitar alun-alun.
Dari perspektif akademis, pengamanan ini dapat dianalisis melalui lensa teori keamanan publik, di mana pencegahan konflik horizontal memerlukan keseimbangan antara otoritas negara dan partisipasi sipil. Pengalaman empirik dari kasus sebelumnya menegaskan bahwa dinamika politik lokal sering kali dipicu oleh narasi emosional, sehingga imbauan Kapolresta kepada masyarakat untuk menjunjung sikap dewasa menjadi elemen krusial. “Kami mengharapkan penerimaan hasil sidang yang rasional, tanpa membiarkan emosi mengarah pada aksi kontraproduktif,” tuturnya, menekankan pentingnya resiliensi sosial dalam konteks demokrasi deliberatif.
Penguatan pengamanan ini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif dalam membangun narasi kondusifitas, di mana stabilitas menjadi prasyarat bagi kelangsungan proses demokrasi lokal.
Pewarta: Nandang Bramantyo

