RI News Portal. Jakarta, 22 November 2025 – Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi menyatakan tiga gugatan perdata hak cipta yang diajukan pencipta lagu Keenan Nasution dan Rudi Pekerti terhadap penyanyi Vidi Aldiano tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard atau N.O.). Ketiga perkara yang terdaftar sejak pertengahan 2025 itu menyangkut dugaan pelanggaran hak cipta dan hak terkait atas lagu “Nuansa Bening” ciptaan Keenan Nasution tahun 2000.
Dalam putusan yang diucapkan pekan ini dan telah tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat pada Jumat (21/11/2025), majelis hakim yang dipimpin hakim ketua menyatakan: “Dalam pokok perkara: Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
Putusan N.O. ini mengakibatkan Vidi Aldiano secara hukum lepas dari seluruh tuntutan ganti rugi yang sebelumnya diajukan penggugat dengan nilai kumulatif lebih dari Rp28,4 miliar.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Firman Akbar, dalam keterangan resminya kepada wartawan pada Sabtu (22/11/2025) menjelaskan bahwa majelis hakim sama sekali tidak memasuki pembahasan substansi perkara karena menemukan cacat formil yang bersifat fatal.

“Cacat formil utama adalah kurangnya pihak (kurang pihak) dan adanya pihak-pihak yang disebut secara eksplisit dalam uraian gugatan namun tidak dijadikan tergugat,” ujar Firman.
Ia merinci, dalam gugatan yang menuding terjadinya pelanggaran hak cipta melalui distribusi digital lagu “Nuansa Bening”, penggugat secara tegas menyebut platform Apple Music, Spotify, dan YouTube sebagai saluran distribusi yang memuat rekaman suara versi Vidi Aldiano. Namun ketiga platform tersebut tidak pernah dijadikan tergugat atau turut tergugat.
“Platform-platform yang diminta pertanggungjawabannya justru tidak digugat. Akibatnya majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan gugatan tidak dapat diterima,” tambah Firman.
Cacat formil serupa juga ditemukan pada gugatan yang menyangkut penggunaan lagu “Nuansa Bening” dalam 31 konser Vidi Aldiano. Penggugat menuntut ganti rugi atas royalti pertunjukan, tetapi event organizer (EO) yang menyelenggarakan konser-konser tersebut tidak satu pun dijadikan pihak dalam perkara.
“Tanpa menggugat EO, maka tidak jelas konser mana saja yang menjadi obyek sengketa, siapa yang menerima pembayaran tiket, dan bagaimana mekanisme pembagian royalti, serta siapa yang secara faktual melakukan pertunjukan,” terang Firman.
Akibat cacat formil tersebut, ketiga perkara dinyatakan N.O. sekaligus, bukan ditolak (onrechtmatig) atas dasar substansi. Artinya, pintu bagi penggugat untuk mengajukan gugatan ulang dengan melengkapi pihak tetap terbuka, sepanjang belum melewati tenggat daluwarsa hak cipta.
Putusan ini menegaskan kembali prinsip dasar hukum acara perdata di Indonesia bahwa gugatan harus memenuhi syarat formil “kurang pihak” sebelum majelis hakim boleh memeriksa dalil-dalil substansial. Prinsip tersebut kerap menjadi dasar putusan N.O. dalam perkara hak kekayaan intelektual yang melibatkan rantai panjang pelaku ekonomi kreatif, mulai dari pencipta, produser fonogram, penyanyi, label, platform digital, hingga penyelenggara konser.
Hingga berita ini diturunkan, kuasa hukum Keenan Nasution dan Rudi Pekerti belum memberikan tanggapan resmi terkait rencana langkah hukum selanjutnya. Sementara tim kuasa hukum Vidi Aldiano menyatakan lega atas putusan tersebut dan menegaskan kliennya selalu menghormati hak cipta pencipta lagu.
Pewarta : Vie

