
RI News Portal. Tel Aviv, Israel 16 Juli 2025 — Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghadapi krisis politik serius setelah partai ultra-Ortodoks United Torah Judaism (UTJ) menyatakan keluar dari koalisi pemerintah, Selasa (14/7/2025).
Langkah ini dipicu oleh perselisihan terkait rancangan undang-undang yang akan menghapus pengecualian wajib militer bagi pelajar agama Yahudi. Wajib militer merupakan kewajiban bagi mayoritas warga Yahudi Israel, dan isu pengecualian terhadap komunitas ultra-Ortodoks telah lama memicu perpecahan nasional.
“Ancaman terhadap kelangsungan pemerintahan Netanyahu kini lebih serius dari sebelumnya,” ujar Shuki Friedman, Wakil Presiden Jewish People Policy Institute, lembaga pemikir berbasis di Yerusalem.

Mundurnya UTJ membuat koalisi Netanyahu hanya tersisa 61 kursi dari total 120 kursi di parlemen. Ini memperlemah stabilitas pemerintahan dan membuat Netanyahu lebih rentan terhadap tekanan dari partai-partai sayap kanan yang menentang penghentian perang di Gaza.
Ketegangan ini juga terjadi di tengah meningkatnya korban jiwa dalam perang Gaza dan desakan publik terhadap kesetaraan beban bela negara. Sebagian besar warga Yahudi Israel menilai pengecualian terhadap ultra-Ortodoks sebagai bentuk ketidakadilan, apalagi di tengah kondisi perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Netanyahu, yang saat ini sedang menjalani proses hukum atas tuduhan korupsi, semakin tergantung pada dukungan politik mitra koalisi untuk bertahan di tampuk kekuasaan. Ia dituding mempertahankan jabatan demi melindungi diri dari proses hukum dan memanfaatkan posisi untuk menyerang lembaga peradilan.
Jika satu lagi partai ultra-Ortodoks memutuskan mundur, pemerintahan Netanyahu akan kehilangan mayoritas dan berpotensi lumpuh secara politik. Mahkamah Agung Israel sebelumnya telah memutuskan bahwa tanpa payung hukum baru, pemerintah wajib merekrut kalangan ultra-Ortodoks ke dinas militer.
Meski krisis ini belum langsung memicu pembubaran parlemen, peluang kompromi masih terbuka. Masa reses parlemen yang akan segera dimulai memberi waktu bagi Netanyahu untuk meredam krisis dan merumuskan solusi.
Namun, posisi Netanyahu semakin terjepit. Jika ia menyetujui terlalu banyak tuntutan Hamas dalam negosiasi gencatan senjata, partai sayap kanan di koalisinya bisa angkat kaki. Di sisi lain, jika tidak ada solusi yang seimbang, Israel bisa terjebak dalam kebuntuan politik berkepanjangan.
Pewarta : Setiawan S.TH
