
RI News Portal. Meksiko 12 Juli 2025 – Kasus pemerasan terhadap pelaku usaha di Meksiko kian mengkhawatirkan. Fenomena ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mematikan kelangsungan usaha kecil yang telah menjadi bagian dari sejarah dan warisan keluarga. Salah satu kasus yang mencolok terjadi di pusat kota bersejarah Kota Meksiko, ketika sebuah toko pakaian pria yang berdiri sejak 1936 akhirnya terpaksa tutup setelah bertahun-tahun menjadi sasaran pemerasan, ancaman, dan kekerasan.
Pemilik toko yang meminta identitasnya dirahasiakan menceritakan awal mula teror dimulai pada tahun 2019, ketika ia menerima panggilan telepon dari orang tak dikenal yang menuntut uang perlindungan sebesar 10.000 peso (sekitar 500 dolar AS) per minggu. Permintaan itu ditolak, tetapi ancaman berlanjut, termasuk kedatangan pria bersenjata dan perampokan yang menempatkan karyawan dalam bahaya.
“Ketika saya menutup toko itu rasanya sangat sedih. Tapi yang paling menyakitkan adalah menyadari bahwa saya bisa bertahan, jika bukan karena rasa takut,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa salah satu restoran di dekat tokonya bahkan tutup setelah pemiliknya diduga dibunuh karena menolak membayar uang perlindungan.

Data dari Asosiasi Pengusaha Meksiko (Coparmex) mencatat bahwa pemerasan menyebabkan kerugian hingga $1,3 miliar sepanjang tahun 2023. Meski kejahatan berat lainnya seperti pembunuhan dan penculikan cenderung menurun, kasus pemerasan justru meningkat—naik 10% secara nasional pada kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Di Kota Meksiko saja, jumlah laporan kasus pemerasan meningkat dari 249 kasus menjadi 498 dalam lima bulan pertama tahun 2025.
Menurut Instituto Nacional de Estadística y Geografía (INEGI), sekitar 97% kasus pemerasan tidak pernah dilaporkan karena kombinasi antara ketakutan dan rendahnya kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.
Kepala Kepolisian Kota Meksiko, Pablo Vázquez Camacho, mengakui bahwa pihak kepolisian menerima lebih banyak laporan, namun sebagian besar kasus masih berada di bawah permukaan. “Kami tidak bisa menyelesaikan apa yang tidak kami ketahui,” tegasnya.
Kasus ini mencerminkan krisis struktural dalam tata kelola keamanan di Meksiko. Ketika negara gagal memberikan jaminan perlindungan kepada pelaku usaha, kelompok kejahatan terorganisir—termasuk kartel narkoba besar seperti Sinaloa dan Jalisco New Generation—mengisi kekosongan tersebut dengan sistem “keamanan” bayangan melalui ancaman dan pemerasan.
Analis keamanan David Saucedo menyebut bahwa pemerasan kini telah menjadi “unit usaha” tersendiri dalam portofolio kejahatan kartel. Bahkan pelaku kriminal kecil kerap memanfaatkan ketakutan ini untuk melakukan pemerasan dengan mengatasnamakan jaringan kartel besar.
Pemerintah Kota Meksiko pada bulan lalu mengumumkan pembentukan unit kejaksaan khusus untuk menangani pemerasan, sebagai bagian dari reformasi sistem peradilan. Presiden Claudia Sheinbaum juga berjanji akan mengajukan legislasi baru untuk memperluas wewenang negara dalam memberantas pemerasan.

Strategi nasional yang diumumkan mencakup:
- Layanan telepon untuk pelaporan anonim,
- Pemblokiran langsung nomor telepon pelaku,
- Pembentukan unit lokal anti-pemerasan,
- Keterlibatan Unit Intelijen Keuangan untuk membekukan rekening terkait.
Namun, di lapangan, pelaku usaha seperti pemilik toko pakaian yang menjadi korban selama bertahun-tahun tetap merasa bahwa sistem penegakan hukum belum memihak mereka. Ketika laporan diajukan, penyelidik kerap meminta bukti formal, padahal ancaman selalu disampaikan secara lisan dan tanpa rekaman.
Kisah toko pakaian yang ditutup setelah hampir sembilan dekade beroperasi bukan hanya kisah kehilangan ekonomi, tetapi juga kehilangan martabat dan rasa aman. Ia menjadi potret nyata dari kegagalan negara dalam melindungi warganya dari teror domestik yang semakin sistematis.
“Ini bukan hanya tentang uang. Ini tentang hidup, tentang keluarga, dan tentang rasa aman,” pungkas sang pemilik.
Pewarta : Setiawan S.TH


Assalamualaikum..
Slamat pagi..keluarga besar
RInews portal…
Salam satu pena