
“Kayu jati sakral peninggalan punden Ki Ageng Sentono yang tumbang akibat longsor pada tahun 1966, secara resmi diboyong ke Pendopo Kabupaten Wonogiri oleh Bupati ke-8, RM. Ng. Broto Pranoto, atas persetujuan warga Desa Tanggulangin. Pohon jati berusia ratusan tahun itu, sebelumnya dianggap keramat oleh masyarakat setempat, namun dimanfaatkan sebagai bahan pembangunan rumah perkantoran pemerintah setelah melalui proses musyawarah dan permohonan izin adat.”
RI News Portal. Wonogiri, 29/04/2025. Artikel ini merekonstruksi peristiwa pemanfaatan kayu jati sakral Ki Ageng Sentono oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri pada tahun 1966, yang dilatarbelakangi oleh kejadian alam berupa longsor di Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono. Dengan pendekatan sejarah lisan dan sumber primer lokal, tulisan ini menelaah proses administratif, legitimasi sosial-budaya, dan nilai pelestarian tradisi dalam konteks kebijakan lokal.

Eksistensi pohon jati di punden-punden keramat di wilayah pedesaan Jawa, khususnya Wonogiri, tidak hanya mengandung nilai ekologis tetapi juga nilai historis dan spiritual yang tinggi. Salah satu yang dikenal masyarakat adalah kayu jati Ki Ageng Sentono di Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Tahun 1966 menjadi titik penting dalam sejarah lokal ketika pohon jati tersebut tumbang akibat longsor, dan kemudian dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri sebagai material pembangunan rumah perkantoran.
Menurut berbagai keterangan lisan dari warga dan tokoh masyarakat yang dihimpun oleh Warta Javaindo, pohon jati Ki Ageng Sentono telah lama dianggap sakral. Kejatuhannya akibat erosi sungai kecil memunculkan dilema antara nilai keramat dan potensi kemanfaatan materialnya. Dalam konteks ini, Kepala Daerah Kabupaten Wonogiri ke-8, RM. Ng. Broto Pranoto, melalui mekanisme persetujuan lokal, meminta izin kepada Kepala Desa Tanggulangin saat itu, Marto Kartono, untuk memboyong kayu tersebut ke pendopo Kabupaten.
Konfirmasi terhadap peristiwa ini datang dari Alfa Syamsubahari, mantan Kepala Desa Tanggulangin dua periode setelah Marto Kartono. Ia menegaskan bahwa kayu jati tersebut dibawa ke Kabupaten Wonogiri setelah memperoleh persetujuan masyarakat. Hal ini memperlihatkan bahwa praktik administratif kala itu tetap mempertimbangkan legitimasi sosial dan tradisi lokal.
Menurut saksi sejarah Kartoyo, warga Dusun Jaten, proses pemotongan dilakukan secara manual menggunakan gergaji tangan. Tidak hanya sebagai saksi, Kartoyo juga turut serta dalam kegiatan renovasi rumah dinas Bupati Wonogiri yang menggunakan material kayu jati tersebut. Pernyataan dari Bupati ke-14, Drs. Tjuk Susilo, memperkuat legitimasi historis bahwa kayu jati tersebut berasal dari punden Ki Ageng Sentono.
Dipan Kromowiyono, perangkat desa Jogo Tirto kala itu, juga menjadi saksi hidup peristiwa ini. Ia menekankan bahwa pemindahan kayu dilakukan secara terbuka dan diketahui masyarakat, sehingga tidak menimbulkan konflik nilai dengan norma adat desa.
Ki Ageng Sentono bukan sekadar nama satu tokoh, melainkan bagian dari kelompok besar tokoh spiritual dan sejarah lokal Wonogiri seperti Ki Ageng Sukoboyo, Ki Ageng Donoloyo, dan Ki Ageng Mbogo. Dalam sistem kepercayaan masyarakat agraris Jawa, keberadaan punden dan tokoh Ki Ageng memiliki posisi sebagai penjaga nilai dan harmoni desa.
Pemanfaatan kayu dari kawasan sakral menunjukkan upaya adaptasi kultural terhadap kebutuhan pembangunan daerah. Meski demikian, proses ini tetap disertai dengan penghormatan melalui musyawarah dan permohonan izin yang dianggap sebagai bentuk “palilah” atau restu adat.
Peristiwa tahun 1966 menjadi cerminan dari harmoni antara modernisasi administratif dan pelestarian budaya lokal di Kabupaten Wonogiri. Kayu jati Ki Ageng Sentono, yang kini masih dikenang keberadaannya, bukan hanya material konstruksi, melainkan simbol konsensus sosial, sejarah lokal, dan penghargaan terhadap kearifan tradisi. Melalui kajian ini, penting ditegaskan bahwa setiap tindakan pembangunan yang bersentuhan dengan simbol budaya harus melibatkan masyarakat dan nilai-nilai lokal secara aktif.
Pewarta : Nandar Suyadi

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal