RI News Portal. Jakarta, 2 Desember 2025 – Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, mencatatkan lonjakan dramatis dalam indeks inovasi daerah. Dari kategori “kurang inovatif” pada beberapa tahun sebelumnya, kini daerah ini berhasil menempati posisi kandidat kabupaten/kota terinovatif pada ajang Innovative Government Award (IGA) 2025 yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri.
Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri, Yusharto Huntoyungo, menyebut perubahan tersebut sebagai “lompatan besar” yang patut mendapat apresiasi nasional. “Dari tadinya kurang inovatif, lalu menjadi inovatif, dan sekarang kandidat terinovatif. Ini lompatan besar. Tepuk tangan untuk Minahasa Utara, Pak Bupati, dan seluruh tim inovasi,” ujar Yusharto usai menerima audiensi Bupati Minahasa Utara di Jakarta, Selasa (2/12).
Menurut Yusharto, peningkatan skor inovasi Minahasa Utara tidak terlepas dari pertumbuhan daya saing daerah yang semakin kompetitif. Kabupaten ini kini mulai menjadi rujukan bagi daerah lain dalam merancang kebijakan dan layanan publik berbasis inovasi. “Berlaku adagium ekonomi: untuk tetap berada di tempat, kita harus lari lebih cepat. Perguruan tinggi dan lembaga riset sudah bekerja keras, daerah juga harus lebih optimal berinovasi,” tegasnya.

Beberapa inovasi unggulan Minahasa Utara yang mendapat sorotan khusus adalah:
- Inovasi Desa Maumbi di Kecamatan Kalawat yang dinilai sangat efektif dan direkomendasikan untuk direplikasi di kecamatan lain.
- Program Sipatokaan, sebuah mekanisme pelibatan tokoh agama dalam menjaga kerukunan melalui pelaporan digital berbasis masyarakat, yang berhasil memitigasi potensi konflik sosial secara dini.
“Ke depannya, prinsip inovasi harus dilihat dari perspektif penerima inovasi. Masyarakatlah yang menjadi ukuran sebenarnya kita melakukan inovasi,” kata Yusharto.
Ia menegaskan bahwa inovasi sejati selalu berangkat dari permasalahan riil di lapangan. “Saya tanya, ada tidak OPD yang tidak punya masalah? Berarti peluang inovasi itu ada di mana-mana,” ujarnya sambil menganalogikan, “Untuk apa menanam padi bila tidak menjadi nasi? Untuk apa menjadi pegawai negeri bila tidak berinovasi?”
Meski kebijakan “satu OPD satu inovasi” yang diterapkan Bupati Minahasa Utara sudah menjadi langkah positif, Yusharto menilai itu belum cukup untuk menghadapi persaingan inovasi yang semakin ketat. Ia mendorong daerah ini untuk terus meningkatkan jumlah dan kualitas inovasi secara konsisten, terukur, dan berkelanjutan.
Baca juga : Pelantikan Pengurus PWI Jawa Tengah 2025–2030: Menjaga Marwah Jurnalisme di Tengah Tantangan Zaman
“Keberhasilan Minahasa Utara bukan hanya prestasi lokal, tetapi juga modal penting bagi penguatan ekosistem inovasi nasional,” tandasnya.
Yusharto menutup pernyataannya dengan pesan tegas: inovasi harus menjadi DNA setiap aparatur dan organisasi pemerintahan daerah. “Berinovasi itu harus sudah menjadi bagian dari DNA kita, melekat dengan keseharian kita, tidak mesti lagi suka rela, tapi paksa rela.”
Perjalanan Minahasa Utara dari label “kurang inovatif” menuju kandidat terinovatif nasional menjadi bukti nyata bahwa transformasi birokrasi berbasis inovasi dapat terjadi dalam waktu relatif singkat, sepanjang ada komitmen politik yang kuat dan sensitivitas terhadap permasalahan masyarakat.
Pewarta : Marco Kawulusan

