RI News Portal. Kairo/Doha 7 Desember 2025 – Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty pada Sabtu (6/12) mendesak komunitas internasional untuk segera menempatkan pasukan stabilisasi berbasis mandat pemantauan di sepanjang “garis kuning” yang memisahkan zona pendudukan militer Israel dan wilayah pergerakan warga sipil Palestina di Jalur Gaza. Permintaan itu disampaikan dalam pidato kunci pada sesi khusus Doha Forum 2025.
Menurut Abdelatty, penempatan kekuatan internasional bersifat mendesak karena Israel hingga kini masih menguasai lebih dari separuh wilayah Gaza meski perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku November lalu telah menetapkan kewajiban penarikan bertahap. “Setiap hari kita menyaksikan pelanggaran sistematis oleh satu pihak—yaitu Israel—yang kemudian menuduh pihak lain sebagai pelaku,” ujarnya, tanpa menyebut Hamas secara eksplisit dalam konteks tuduhan tersebut.
“Garis kuning” yang dimaksud adalah batas demarkasi sementara yang disepakati mediator Mesir-Qatar-Amerika Serikat untuk memisahkan posisi militer Israel di koridor timur dan selatan Gaza dari wilayah yang boleh diakses kembali oleh penduduk Palestina. Namun, laporan lapangan independen menunjukkan Israel masih mempertahankan pos pemeriksaan, zona penyangga, dan patroli bersenjata berat di luar batas yang disepakati.

Abdelatty menegaskan bahwa mandat pasukan internasional harus berfokus pada “menjaga perdamaian” (peacekeeping) ketimbang “memaksakan perdamaian” (peace enforcement). Artinya, kehadiran mereka bertujuan memverifikasi kepatuhan kedua belah pihak terhadap gencatan senjata, melaporkan pelanggaran, serta memberikan jaminan keamanan bagi kembalinya warga sipil—bukan melakukan intervensi bersenjata.
“Kita harus mengonsolidasikan gencatan senjata ini dulu,” tegasnya, “agar dapat segera memasuki fase kedua dari rencana perdamaian yang diusulkan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump.” Ia merujuk pada tahap transisi pemerintahan Palestina terpadu yang mencakup reunifikasi Gaza dan Tepi Barat di bawah otoritas tunggal yang diakui secara internasional.
Dalam kesempatan yang sama, diplomat veteran itu kembali menegaskan prinsip Mesir bahwa tidak akan ada stabilitas jangka panjang di kawasan tanpa pendirian negara Palestina yang berdaulat dan layak. “Rakyat Palestina harus mengatur urusan mereka sendiri,” katanya. “Gaza dan Tepi Barat adalah bagian integral dari negara Palestina merdeka. Otoritas Palestina harus memperoleh kembali kewenangan penuh di Jalur Gaza tanpa pengecualian.”
Pernyataan Abdelatty muncul di tengah meningkatnya ketegangan akibat penundaan implementasi fase pertama gencatan senjata, khususnya keterlambatan pembukaan koridor kemanusiaan dan pemulangan pengungsi ke Gaza utara. Beberapa pengamat menilai seruan Mesir ini sebagai upaya Kairo mempertahankan peran sentralnya sebagai mediator, sekaligus mencegah eskalasi baru yang dapat melemahkan posisi politiknya di kawasan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dari Israel maupun pemerintahan Hamas di Gaza terhadap usulan penempatan pasukan pemantau internasional tersebut. Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar konsultasi tertutup pekan depan untuk membahas kelanjutan implementasi resolusi gencatan senjata yang disahkan akhir November lalu.
Pewarta : Setiawan Wibisono

