RI News Portal. Lhokseumawe, 2 November 2025 – Di tengah gelombang transformasi digital yang semakin menyusup ke ranah domestik, TKIT Vinca Rosea Tahfizh Internasional menginisiasi diskusi mendalam melalui Seminar Parenting bertajuk “Pola Pendidikan Anak di Era Media Sosial”. Acara yang berlangsung pada Sabtu, 1 November 2025, pukul 08.30 WIB di Aula YPI Vinca Rosea, menghimpun para ayah dan ibu wali murid untuk merefleksikan ulang dinamika pengasuhan di tengah arus informasi yang tak terkendali.
Analisis akademis atas fenomena ini menunjukkan bahwa paparan media sosial pada anak usia dini tidak hanya memengaruhi pola kognitif, tetapi juga membentuk konstruksi identitas moral. Ustadz Junaidi Ilyas, S.Pd.i., sebagai pemateri utama, menggarisbawahi paradigma bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab bilateral: bukan semata domain ibu, melainkan memerlukan keterlibatan ayah sebagai pilar struktural. “Kehadiran ayah secara holistik berfungsi sebagai variabel independen yang signifikan dalam membentuk resiliensi anak terhadap distorsi digital,” ungkapnya, merujuk pada studi longitudinal yang mengaitkan absennya figur ayah dengan peningkatan kerentanan terhadap konten negatif.
Lebih lanjut, Ustadz Junaidi memetakan dampak ganda media sosial—positif sebagai katalisator pembelajaran kolaboratif, namun negatif sebagai vektor disinformasi dan eksploitasi emosional. Ia merekomendasikan pendekatan pendampingan proaktif, di mana orang tua bertransformasi dari pengawas pasif menjadi fasilitator aktif yang memahami algoritma platform digital. “Pendampingan ini bukan sekadar pengawasan, melainkan konstruksi benteng epistemologis pertama bagi anak,” tegasnya, mengintegrasikan perspektif psikologi perkembangan dengan etika Islam.

Dari sudut institusional, Ustadzah Zsoya Iasa, ST., Kepala TKIT Vinca Rosea, menekankan sinergi sekolah-orang tua sebagai model kooperatif dalam ekosistem pendidikan. Ia menganalogikan hubungan ini dengan teori sistem terbuka, di mana input dari kedua belah pihak menghasilkan output generasi yang adaptif. “Visi sekolah kami menargetkan harmonisasi ontologis antara kurikulum formal dan pengasuhan informal, khususnya dalam menghadapi akselerasi teknologi,” jelasnya. Program semacam ini, menurutnya, berfungsi sebagai intervensi preventif untuk menangkal alienasi digital yang kerap memicu disintegrasi nilai akhlak.
Diskusi ini juga menyentuh isu epistemologi pendidikan: bagaimana orang tua dapat mendekonstruksi narasi media sosial tanpa menihilkan potensi inovatifnya. Ustadzah Zsoya menambahkan bahwa kolaborasi intensif akan menciptakan lingkungan edukatif yang resilien, di mana anak-anak diajarkan literasi kritis sejak dini—membedakan fakta dari fiksi, serta menanamkan prinsip tauhid sebagai filter utama.
Sebagai penutup, seminar ini merumuskan komitmen kolektif: orang tua sebagai agen primer dalam navigasi digital anak. Dengan mengintegrasikan peran ayah yang selama ini terpinggirkan dalam diskursus parenting Indonesia, TKIT Vinca Rosea tidak hanya menawarkan solusi pragmatis, tetapi juga kerangka teoritis untuk membentuk generasi yang cerdas secara intelektual, kokoh secara moral, dan bijaksana dalam menghadapi disrupsi zaman. Inisiatif ini mencerminkan urgensi adaptasi institusi pendidikan Islam terhadap paradigma digital, sekaligus memperkuat hipotesis bahwa kekuatan keluarga menjadi variabel penentu dalam trajektori perkembangan anak di era kontemporer.
Pewarta : Jaulim Saran

