
RI News Portal. Tangerang Selatan 16 Oktober 2025 – Di tengah gemuruh ribuan pelaku usaha internasional yang memadati Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Kabupaten Lampung Timur hadir sebagai kekuatan baru yang tak terduga di Trade Expo Indonesia (TEI) ke-40. Pameran perdagangan tahunan ini, yang berlangsung hingga 19 Oktober 2025, kali ini mengusung tema “Sustainable Trade for Global Resilience”—sebuah panggilan mendesak bagi daerah-daerah seperti Lampung Timur untuk mengubah potensi alam menjadi senjata ekonomi berkelanjutan. Bukan sekadar peserta biasa, Lampung Timur datang dengan narasi segar: bagaimana lada hitam pedas dan biji kakao manisnya tak hanya bertahan di tengah krisis global, tapi justru menjadi katalisator ketahanan ekonomi nasional.
Hari pertama TEI 2025, Rabu ini, menjadi panggung debut yang dramatis bagi delegasi Lampung Timur. Wakil Bupati Azwar Hadi, sosok visioner di balik transformasi agraria daerahnya, tiba langsung di stan utama didampingi trio pejabat kunci: Edy Saputra dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Mansur Syah dari Dinas Komunikasi dan Informatika, serta Marsan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka bukan hanya membawa brosur—melainkan cerita hidup dari petani Lampung Timur yang kini siap menaklukkan meja negosiasi investor asing.
“Bayangkan, lada kita yang tumbuh di tanah vulkanik Lampung Timur bukan lagi komoditas murahan, tapi emas hitam berkelanjutan yang memenuhi standar sertifikasi organik global,” tegas Azwar Hadi dalam wawancara eksklusif dengan Jurnal Ekonomi Regional. “TEI ini adalah medan perang dagang di mana kami tak hanya memamerkan, tapi membangun aliansi. Kami ingin investor melihat Lampung Timur sebagai mitra, bukan sekadar supplier. Potensi investasi di agroindustri kakao kami saja bisa capai Rp500 miliar dalam dua tahun ke depan, dengan jejaring langsung ke Eropa dan Asia Tenggara.”

Apa yang membedakan kehadiran Lampung Timur di TEI 2025 dari pameran sebelumnya? Bukan hanya produknya, tapi pendekatan naratifnya. Sementara media lain fokus pada angka-angka penjualan, Jurnal Ekonomi Regional menggali lebih dalam: partisipasi ini adalah eksperimen akademis tentang “resiliensi berbasis komunitas”. Stan Lampung Timur tak sekadar etalase—ia adalah laboratorium hidup di mana petani lokal berbagi kisah bagaimana teknik pertanian ramah iklim mereka menyelamatkan panen dari banjir 2024. Lada organik mereka, misalnya, kini dilengkapi blockchain tracing untuk transparansi rantai pasok, menarik perhatian pembeli dari Jerman yang mencari produk “zero-carbon footprint”. Kakao Lampung Timur? Bukan cokelat biasa, tapi varietas heirloom yang mendukung 5.000 petani perempuan, sejalan dengan agenda SDGs PBB.
Delegasi Lampung Timur telah menggelar tiga sesi B2B (business-to-business) pagi ini saja, menjaring minat dari 15 perusahaan multinasional. Edy Saputra, arsitek di balik kemudahan investasi daerah, mengungkapkan: “Kami tawarkan one-stop service: dari izin usaha 24 jam hingga pelatihan UMKM berbasis AI. Ini bukan janji kosong—kami sudah punya MoU awal dengan eksportir Singapura untuk 200 ton lada tahun depan.”
Lebih dari sekadar expo, TEI 2025 menjadi katalis bagi Lampung Timur untuk merevolusi ekosistem UMKM-nya. Mansur Syah, sang inovator digital, menceritakan rencana ambisius: platform e-commerce khusus “Timur Trade Hub” yang terintegrasi dengan TEI digital post-event. Sementara Marsan menambahkan dimensi budaya: “Pendidikan kebudayaan kami kini menyentuh petani, mengajarkan storytelling produk agar kakao Lampung tak kalah saing dengan Ghana.”
Dalam konteks tema “Sustainable Trade”, partisipasi ini mencerminkan studi kasus akademis yang layak diteliti: bagaimana daerah pinggiran seperti Lampung Timur bisa melompat dari ekonomi subsisten ke global player? Analisis awal dari tim Jurnal Ekonomi Regional memperkirakan, keikutsertaan ini berpotensi tingkatkan ekspor daerah hingga 35% pada 2026—didorong kolaborasi pemerintah-UMKM yang tak terlihat di media arus utama.
Saat matahari terbenam di BSD City, Azwar Hadi menutup hari pertama dengan pesan tegas: “Lampung Timur bukan lagi daerah tidur. Kami bangun untuk dunia yang resilient—dan TEI hanyalah awal.” Dengan 4 hari tersisa, dunia perdagangan menanti apakah lada dan kakao Lampung akan menjadi headline selanjutnya.
Pewarta : Lii
